-
Badan Kepegawaian Nasional (BKN) memblokir data kepegawaian 307 pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor). Sebanyak 307 PNS ini telah ditetapkan dalam keputusan hukuman tetap (inkracht).
Daftar 307 nama PNS yang diblokir tersebut diketahui merupakan pegawai yang tersebar lebih dari 56 Instansi pemerintah. Catatan 307 data PNS yang diblokir ini terhitung hingga akhir Juli 2018 ini.
Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian BKN Nyoman Arsa meminta kepada setiap PPK di setiap instansi PNS yang bersangkutan untuk segera memberhentikan dengan tidak hormat PNS yang tersangkut kasus Tipikor tersebut.
"Kemudian, terhadap PNS yang diblokir ini kita selalu lakukan monitoring untuk sesegera mungkin dilakukan pemberhentian. Kalau tidak diberhentikan kita lakukan teguran kepada pimpinan yang bersangkutan, karena ini menimbulkan permasalahan," jelasnya.
BKN menyebut, 307 PNS tersangkut Tipikor yang belum dipecat ini menimbulkan kerugian bagi negara. Kenapa demikian? Berapa kerugian yang diderita negara? Simak berita selengkapnya.
Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian BKN Nyoman Arsa mengatakan selama ini masih ada instansi yang tidak memecat PNS-nya walau telah terbukti tersangkut kasus Tipikor dalam putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan.
Untuk itu, BKN juga telah memblokir data kepegawaian PNS yang terbukti tersangkut korupsi agar tak bisa kembali aktif mendapatkan haknya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
"(Karena biasanya) malah yang bersangkutan diaktifkan kembali. Malah dari mereka tetap menjabat di instansi bersangkutan. Maka itu kita blokir data, kalau kita blokir di sini, maka itu blokir sampai ke daerah-daerah," jelasnya.
Walau begitu, Nyoman sendiri tak bisa menyebutkan secara rinci PNS yang mana saja yang dimaksud masih tetap menjabat walau telah terbukti tersangkut kasus korupsi.
"Pemblokiran ini juga ditujukan untuk tertib administrasi, yaitu menekan kerugian negara berlarut dan meninggalkan kekeliruan. Artinya kalau mereka berdasarkan perundang-undangan harus diberhentikan, ya diberhentikan, jangan malah dikasih jabatan. Jadi jangan menimbulkan kerancuan," jelasnya.
Nyoman Arsa mengatakan ada beberapa alasan kenapa selama ini PNS yang terbukti tersangkut korupsi namun tidak langsung diberhentikan. Dia menilai, alasan utama ialah masalah psikologis, di mana ada kedekatan antara PNS yang terlibat Tipikor dengan instansinya.
"Memang kalau saya amati di daerah ada beban psikologis untuk jatuhkan sanksi ini utamanya terhadap PNS itu mungkin ada hubungan kekerabatan, yang notabene mau tidak mau, siap tidak siap, dia Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sendiri yang harus beri keputusan," katanya.
Menurutnya, selain faktor psikologis, alasan belum diberhentikannya PNS yang tersangkut korupsi dari instansinya karena si pegawai memiliki kinerja yang baik dalam pekerjaan. Atau bahkan, kata dia, si PNS yang tersangkut korupsi tersebut berada dalam posisi yang tidak menguntungkan terkait kasusnya.
"Faktor lain barangkali, jasa-jasa dari PNS yang bersangkutan terhadap organisasinya, karena memberikan kinerja baik, menunjukkan loyalitas tinggi, itu juga bisa," jelasnya.
"Di samping itu juga informasi yang kita dapat, misalnya PNS yang bersangkutan itu sama sekali tidak merugikan keuangan negara. Mereka tidak menikmati uang dari APBN sepeser pun. Tapi karena tugasnya, yang bersangkutan jadi bendaharawan (misalnya), karena tugasnya ikut membayarkan, maka yang bersangkutan jadi tersangkut tindak pidana itu," sambung dia.
Walau terbukti tersangkut kasus korupsi, namun 307 PNS itu belum dipecat dari instansinya masing-masing dan masih terima gaji.
Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian BKN Nyoman Arsa mengatakan karena belum dipecat tersebut maka negara mengalami kerugian karena masih terus membayar gaji.
Walau begitu, nyoman tidak bisa menjelaskan secara rinci berapa jumlah kerugian negara karena terus membayar gaji PNS yang tersangkut korupsi. Sebab kewenangan untuk menghitung kerugian tersebut berada di tangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kita sudah menghitung, kemampuannya dari gaji dan tunjangan tapi belum kita sampaikan hingga saat ini. Tapi (sebenarnya) yang berhak melakukan audit adalah BPK sebenarnya," kata Nyoman.
Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian BKN Nyoman Arsa belum bisa menjelaskan secara rinci berapa jumlah kerugian negara karena terus membayar gaji PNS yang tersangkut korupsi. Sebab kewenangan untuk menghitung kerugian tersebut berada di tangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tapi dia menjelaskan, per Juli 2018 telah ada 307 PNS yang telah diblokir data kepegawaiannya karena terbukti terlibat korupsi. Sebanyak 307 PNS yang tersangkut korupsi tersebut belum dipecat oleh instansi tempatnya bekerja dan masih menerima gaji. Hal itu yang menjadi contoh kerugian bagi negara.
Meski tak bisa memberi angka kerugian pasti, namun Nyoman menjelaskan cara penghitungan dari kerugian negara berdasarkan gaji yang dibayarkan. Dia mengatakan, penghitungannya dilakukan berdasarkan nilai gaji dan tunjangan atau penghasilan pegawai dikalikan dengan jumlah PNS tersangkut korupsi.
Dia memberi contoh, bila penghasilan terendah yang diambil PNS sebesar Rp 7 juta maka kemudian dikalikan 307 PNS yang terlibat kasus korupsi. Jika dihitung, nilai tersebut mencapai angka Rp 2,14 miliar, untuk per bulannya.
Namun, kata Nyoman, jumlah itu hanyalah perhitungan kasar dan diprediksi terus meningkat. Sebab, tidak semuanya PNS yang tersandung kasus korupsi memiliki gaji dan tunjangan sebesar Rp 7 juta.
"Tergantung lah, kalau bendaharawan bisa III D misalnya gajinya Rp 7 juta, nah itu rata-rata golongan berapa? Jabatannya eselon berapa? Kita nggak punya datanya," tuturnya.
BKN mengimbau kepada masyarakat umum yang mencurigai adanya pegawai negeri sipil (PNS) yang tersangkut korupsi untuk segera melaporkannya.
Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian BKN Nyoman Arsa mengatakan pihaknya terbuka menerima informasi dari masyarakat yang mencurigai adanya PNS yang diduga tersangkut korupsi atau menyalahgunakan jabatannya.
"Kita sangat menerima informasi yang disampaikan masyarakat. Kita selalu akomodasi informasi, keluhan, pengaduan dari masyarakat. Bukan hanya bersurat langsung, tapi juga melalui media sosial, media masa, itu kita tindak lanjuti," kata Nyoman.
Dari laporan tersebut, pihak BKN akan langsung melakukan penelusuran terhadap PNS yang bersangkutan. BKN akan melakukan cek dan ricek untuk menanggapi aduan dari masyarakat.
"Dalam artian kita ambil informasi itu, lalu kita lakukan penelitian. Kalau misalnya yang bersangkutan Tipikor (tindak pidana korupsi), kita coba lihat di portal Mahkamah Agung tentang putusan pengadilan, kalau namanya ada ya kita konfirmasi ke instansi yang bersangkutan," jelasnya.
Bila terbukti PNS tersebut tersangkut kasus korupsi, maka BKN akan langsung memblokir data PNS yang bersangkutan dan meminta kepada instansi terkait untuk segera memberikan sanksi.
"Kalau betul kita lakukan pemblokiran, dan kita minta berhentikan dengan hormat. Dan yang perlu kita sampaikan, respon PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) pada saat sekarang itu sudah tinggi," jelasnya.