Sebelumnya Bank Indonesia (BI) merilis data defisit neraca transaksi berjalan kuartal II-2018 tercatat 3% atau sebesar US$ 8 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,96%.
Baca juga: Defisit Transaksi Berjalan Melebar Jadi 3% |
Angka defisit ini juga lebih lebar dibandingkan kuartal I-2018 sebesar 2,6% atau sebesar US$ 5,5%. Merespons kondisi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk membahas formulasi yang tepat, agar kebijakan itu tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani mengakui tujuan kebijakan itu untuk memperbaiki neraca pembayaran yang masih defisit, namun pemerintah akan tetap berhati-hati untuk menjaga keseimbangan
"Fokusnya adalah menjaga keseimbangan nasional itu. Keseimbangan eksternalnya yang kita anggap perlu untuk kita perkuat. Karena kondisi luarnya itu sangat bergejolak dan di dalam negerinya sendiri kita ingin momentum pertumbuhannya bisa kita jaga dengan hati-hati," tambahnya.
Sri Mulyani juga yakin kebijakan itu nantinya tidak akan mengganggu penerimaan negara, sebab jika kegiatan ekonomi masih tetap dijaga maka negara tetap akan mendapatkan penerimaan dari sisi perpajakan.
"Kita pasti akan transparan saja kalau ada insentif kan penerimaan langsung dalam bentuk PPh (pajak penghasilan) kan tidak, tapi kalau kegiatan ekonominya jalan maka PPn (pajak penjualan)-nya bisa masuk. Individual tax-nya dan kesempatan kerja yang diciptakan juga akan menambah gitu ya. Jadi kalau dampaknya lebih bagus emang tujuannya untuk dukung investasi dan ekspor," kata Sri Mulyani.