Kebutuhan 2,4 Juta Ton, Kok Kuota Impor Gula Rafinasi 3,6 Juta Ton?

Kebutuhan 2,4 Juta Ton, Kok Kuota Impor Gula Rafinasi 3,6 Juta Ton?

Selfie Miftahul Jannah - detikFinance
Kamis, 30 Agu 2018 17:18 WIB
Foto: Mindra Purnomo
Jakarta - Kebijakan pemerintah yang menetapkan kuota impor gula rafinasi sebesar 3,6 juta ton masuk ke Indonesia sepanjang tahu 2018 membuat petani bingung.

Sekertaris Jenderal Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin menilai alokasi impor gula rafinasi yang sebenarnya dikhususkan bagi industri tersebut terlalu banyak.

Ia menjelaskan, dari data yang ia miliki bersama asosiasi petani, kebutuhan gula industri di Indonesia hanya 2,4 juta ton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini aneh kan, gula untuk industri terlalu banyak masuk padahal kebutuhan hanya 2,4 juta ton, kemudian kuota impornya 3,6 juta ton," kata dia kepada detikFinance, Kamis (30/8/2018).



Penilaiannya tersebut diperkuat dengandata Kementerian Perdagangan yang mencatat, realisasi impor gula rafinasi hingga semester I 2018 baru 1,1 juta ton.

Padahal izin yang diterbitkan sejak awal tahun sudah mencapai 1,8 juta ton dari total kuotas sepanjang tahun 3,6 juta ton.

Ia khawatir, bila kondisi in tak disikapi pemerintah, gula rafinasi impor yang berlebih akan membanjiri pasar. Akibatnya gula lokal yang diproduksi petani Indonesia tak akan terserap pasar.

Kekhawatirannya cukup beralasan, karena pihaknya sudah menemukan banyak gula rafinasi yang dikemas dan dijual sebagai gula konsumsi banyak beredar di Pulau Kalimantan.

"Saya baru keliling dan menemukan itu di Kalimantan. Beberapa kota dan itu di beberapa kota provinsi dan disana didominasi oleh gula ekspor yang gula putih itu yang dia menggunakan merek seperti panda, merpati semut dan macam-macam lah banyak itu," ujar Ketua Umum Aptri Soemitro Samadikoen.

Bagai sudah jatuh tertimpa tangga. Belum lagi masalah gula rafinasi beres, petani saat ini juga dihadapkan pada ancaman gula mereka tak terserap karena pemerintah ternyata juga telah memberikan izin impor gula konsumsi sebesar 1,1 juta ton.



Kondisi ini akan membuat pasokan gula nasional makin banjir dan makin meningkatkan risiko gula petani dalam negeri tak terserap.

Pasalnya produksi gula konsumsi saat ini sudah surplus sampai 3,7 juta ton. Angka itu diperoleh dari akumulasi antara produksi gula nasional hingga stok sisa impor gula dari periode sebelumnya yang belum habis.

Di sisi lain, saat ini produksi gula petani masih ada 500.000 ton yang belum terserap oleh pemerintah.

Apa ruginya bagi petani?

Pasokan gula yang melimpah tentu akan membuat harganya jadi menurun. Sehingga, selain dirugikan karena produksi mereka terancam tak terserap, petani juga dihadapkan pada ancaman rendahnya harga gula.

Berdasar data APTRI, pada 2016, harga tertinggi gula konsumsi yaitu Rp 11.200/Kg dan terendah Rp 9.250/Kg. Pada 2017 kemudian harga terendah menjadi Rp9.200/Kg kemudian nilai tertinggi Rp 11.000/Kg. Sementara itu pada tahun 2018, harga terendah sebesar Rp 9.150/Kg dan tertinggi sebesar Rp 9.950/Kg. (dna/dna)

Hide Ads