Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan dari kajian yang dilakukan oleh KEIN, terdepresiasinya mata uang garuda terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpeluang mendorong inflasi.
"Jika depresiasi rupiah sebesar 10 persen, inflasi akan tumbuh 0,48 persen. Sementara sepanjang tahun berjalan hingga 31 Agustus 2018, rupiah telah terperosok sebesar 8,97 persen," ujarnya, Senin (3/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan kondisi tersebut, Arif menyarankan agar pemerintah mengendalikan nilai tukar rupiah. Dengan demikian, inflasi berpeluang terjaga seperti selama ini, sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat. Kondisi ini akan membuat ketahanan tingkat kesejahteraan masyarakat terjaga dengan baik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan deflasi Agustus 2018 sebesar 0,05 persen pada Senin (3/9). Deflasi disumbang oleh andil kelompok bahan makanan sebesar 0,24 persen dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen.
"Data tersebut mencerminkan adanya usaha yang keras dari pemerintah untuk kestabilan harga pangan karena itu menjadi penting bagi tingkat kemiskinan, yang juga merupakan fokus pemerintah," ucapnya.
Kendati demikian, deflasi juga perlu diwaspadai karena berpeluang mengindikasi terjadinya pelemahan daya beli masyarakat, apalagi di tengah pelemahan rupiah yang terus terjadi. Rupiah diketahui sempat jatuh ke level Rp14.750 per dolar, posisi terbawah sejak krisis keuangan Asia 1998.
"Ini juga perlu diperhatikan lebih cermat apakah kenaikan rupiah menjadi faktor atas dugaan bahwa daya beli menurun, yang membuat permintaan menurun dan pada akhirnya menciptakan deflasi," tutup Arif. (ega/hns)