Menurut Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta, komoditas-komoditas tersebut muncul dalam kajian KEIN yang mengukur dampak pelemahan rupiah terhadap sejumlah sektor ekonomi yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Dia menjelaskan, output sektor-sektor tersebut berorientasi ekspor, sehingga memiliki keuntungan ketika mata uang garuda melemah. "Presiden mengatakan ada dua kegiatan yang bisa dilakukan untuk menyiasati pelemahan rupiah yakni kegiatan ekspor impor dan investasi. Tapi investasinya juga harus diukur, sektor mana yang justru bisa maksimal di saat-saat seperti ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (6/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mendorong investasi di sektor tersebut, ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif, baik berupa pengurangan pajak, bantuan pengembangan pasar, dan lain sebagainya. Adapun nilai ekspor hasil pertanian Januari-Juni 2018 sebesar US$ 1,88 miliar, atau 1,8% terhadap total ekspor Januari-Juli 2018.
Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian, listrik, gas, air bersih serta, dan sektor bangunan memiliki korelasi negatif terhadap pelemahan rupiah. Hal itu disebabkan oleh tingginya input impor pada bidang tersebut.
Adapun pelemahan nilai tukar ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap sektor keuangan, terlebih sistem keuangan Indonesia saat ini terbilang kuat dengan segala peraturan yang ada.
"Jadi jangan berpikir bahwa rupiah melemah akan krisis. Kita sudah memiliki jaminan terhadap simpanan nasabah dengan maksimal saldo Rp 2 miliar dalam satu bank melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Kemudian, pemerintah melengkapinya dengan UU No. 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan," jelasnya.
Lebih lanjut Arif mengatakan, selain fokus pada peningkatan investasi yang tepat sasaran, kegiatan ekspor impor juga perlu diatur kembali. Menurutnya, keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 pada 1.147 barang impor merupakan kebijakan yang baik dalam kondisi saat ini. Rupiah pun sudah menunjukkan responsnya dengan menguat hingga ke bawah level Rp 14.900 per dolar.
Peraturan Menteri Keuangan terbaru mengatur impor 210 item komoditas, berupa kenaikan tarif PPh 22, dari 7,5% menjadi 10%. 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5% menjadi 10%. Dan sisanya, 719 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5% menjadi 7,5%.
Kendati demikian, beleid tersebut juga sebaiknya didukung oleh perhitungan dan analisis yang lebih panjang dan mendalam sehingga bisa tepat sasaran dan berkesinambungan.
"Kebijakan penaikkan tarif memang efektif akan tetapi respons waktunya harus diukur karena tidak langsung berpengaruh, sehingga ada baiknya juga dipikirkan bagaimana merespons situasi ini dalam jangka pendek," pungkas Arif. (ega/hns)