The Legend Is Back adalah tagline yang tepat untuk Alpina. Sebuah merek dagang perlengkapan dan pakaian outdoor asal kota kembang, Bandung. Alpina memang bukan merek pertama yang membuat pakaian mendaki, ada Jayagiri yang menjadi pelopor perlengkapan atau peralatan gunung ini.
Paidjan Adriyanto, pendiri Alpina menceritakan kepada detikFinance usahanya pernah melalui masa booming pada tahun 90an. Saat ia masuk ke segmen anak sekolah dan akhirnya Alpina terkenal seantero Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alpina pernah menguasai pasar. Kami sempat oleng saat krisis dan itu dampaknya sangat terasa. Kami mengurangi produksi, karena bahan kan masih impor, jadi dulu waktu dolar AS Rp 2.500 lalu tiba-tiba jadi Rp 16.000 semuanya jadi mahal," kata Yanto di outlet Alpina, Bandung, akhir pekan lalu.
Dia menceritakan, tak mudah bagi Alpina untuk kembali melangkah setelah melewati masa krisis. Gempuran barang-barang dari luar negeri turut membuat Alpina kembali megap-megap dan siap untuk bersaing sangat ketat.
"Setelah krisis itu, keran impor dibuka besar sekali. Barang luar negeri mulai masuk dan harganya murah. Istilahnya grade B banjir di Indonesia, karena Indonesia kan masih dianggap pasar. Alpina kalah lagi dari mereka," kata dia.
Yanto mengatakan saat booming di era 90an ia bisa mengantongi omzet di kisaran Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar. "Kalau sekarang kecil, ya bisa Rp 500 juta, tapikan dulu dolar masih Rp 2.500 sekarang hampir Rp 15.000 jadi memang menyusut omzetnya," ujar Yanto.
Pria kelahiran Madiun ini menyebut, saat ini era teknologi membuat semuanya lebih mudah. Pesaing juga mulai bermunculan. Beda dengan dulu ketika Alpina bisa mendapatkan bahan kualitas baik karena ia langganan dengan importir asal India, kini semua orang bisa mendapatkan bahan yang baik pula. Dan saat ini semua orang sudah bisa mulai usaha kecil-kecilan dengan bermodal kemampuan menjahit.
Memang, saat ini untuk bahan baku Alpina masih impor dari Korea dan Jepang. Impor dilakukan karena ketersediaan barang dari dalam negeri tidak ada.
Saat era kejayaannya, penjahit Alpina mencapai 400 orang. Namun kini, Alpina memiliki 20 pegawai untuk menjalankan roda bisnisnya. Mereka adalah karyawan loyal yang dimiliki oleh Yanto.
"Kebanyakan memang orang lama yang kerja di Alpina. Mereka orang yang loyal," imbuh dia.
Tak mau kalah dengan merek lain, Alpina kini sudah menggunakan pemasaran melalui online. Menurut Yanto, langkah ini bisa mengurangi biaya pembangunan toko fisik yang jika dijumlahkan memang besar.
![]() |
"Penjualan melalui online sangat pesat dan sangat baik, dan persaingan memang masih ketat. Memang, saya dan Alpina bukan yang pertama tapi kami masuk dalam pelopor perlengkapan mendaki gunung. Banyak merek lain, tapi kami upayakan kualitas yang terbaik," ujar dia.
Dengan penjualan online ini, Yanto mengatakan Alpina bisa dikirim ke seluruh Indonesia dalam waktu yang cepat.
"Karena sekarang kan zamannya online yah, dengan online ini mulai terasa penjualan ada peningkatan. Alpina juga bisa sampai ke seluruh Indonesia," jelas dia.
Yanto mengungkapkan, untuk jaringan penjualan, saat ini Alpina sudah memiliki reseller yang menggunakan media sosial dan lapak e-commerce untuk menjual produk. "Saya juga welcome ke orang yang mau jadi rekanan reseller, karena itu salah satu cara saya untuk berbagi rezeki ke orang lain," ujar Yanto.
Menurut Yanto, penjualan secara online ini turut mengerek pendapatan Alpina. Karena orang di seluruh Indonesia bisa mendapatkan produk Alpina dengan mudah. Biasanya para pembeli menggunakan jasa ekspedisi atau pengiriman-pengiriman yang memiliki banyak agen dan harganya bersaing.
Dia menyebutkan, pembeli secara online biasanya memiliki kesenangan tersendiri dalam bertransaksi. "Kalau beli lewat toko online pembeli itu mau yang cepat pengirimannya, mereka bilang saya mau dikirim pakai JNE ya pak, ya saya turuti mereka maunya lewat mana, masa saya paksa pengiriman pakai yang lain," imbuh dia.
Yanto menjelaskan, pengiriman melalui JNE memang paling banyak digunakan oleh pembelinya. Karena JNE memiliki jaringan yang luas sehingga pengiriman barang bisa tepat waktu.
Untuk reseller, Yanto mengatakan memberikan diskon atau potongan harga beberapa persen. Nantinya reseller dipersilakan datang ke outlet dan memotret barang yang baru diproduksi oleh Yanto.
Dia menyebut, ada reseller yang bahkan sudah bisa membiayai keluarganya dengan hanya berjualan produk Alpina. "Ada yang sudah bisa biayai keluarga dengan jualan Alpina ini," ujar dia.
"Nah mereka, yang jadi reseller caranya foto-foto barang baru Alpina, ini terus bergulir, mereka menjual dan ini tren penjualan kami juga naik lagi karena perdagangan online ini," jelas dia.
Pernah Diisukan Bangkrut
Karena toko tutup, Alpina sempat diisukan bangkrut. Padahal tidak, walaupun memang size produksi mengecil. Menurut Yanto, salah satu pihak yang mengembuskan kabar bangkrut tersebut adalah pesaing Alpina.
"Ada juga yang bilang kami bangkrut, tidak bangkrut. Sampai sekarang masih ada, memang size produksinya dikecilkan. Di toko-toko pesaing juga bilang, Alpina sudah tidak ada," ujarnya.
Selain bangkrut, Alpina juga sempat diisukan menjadi barang bajakan. Padahal, produksi dulu dan sekarang tetap sama. Tetap di tangan Yanto dan para pegawainya.
Gudang Alpina pada 2016 lalu sempat terbakar. Meski tidak besar, namun stok barang yang disimpan di sana hangus dan menelan kerugian puluhan juta.
Saat itu, tengah malam Yanto dihubungi oleh tetangganya. Dia diberi tahu jika gudang kebakaran. Bersama sang istri, Yanto langsung menuju ke tempat kejadian.
Sesampainya di sana, sudah ada mobil pemadam kebakaran. Itu hasil pertolongan tetangga sekitarnya. "Saya sampai di sana udah ramai, mobil pemadam sudah ada. Jadi kebakaran tidak menjalar terlalu besar. Tapi yang namanya informasi kebakaran kan saya panik, takutnya besar sekali. Alhamdulillah cepat teratasi," jelas dia.
Yanto menjelaskan saat itu memang ada korsleting listrik sehingga menyebabkan percikan api yang langsung membakar tas-tas yang ada di sana. "Tapi saya juga pernah diisukan kebakaran, waktu zaman booming tahun 90an, memang persaingan ada-ada saja ya," ujarnya.