Kementan Upayakan Tekan Inflasi di Kepri Lewat Sektor Pertanian

Kementan Upayakan Tekan Inflasi di Kepri Lewat Sektor Pertanian

Robi Setiawan - detikFinance
Selasa, 02 Okt 2018 11:20 WIB
Foto: Dok. Kementan
Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan pertanian di wilayah perbatasan Kepulauan Riau (Kepri). Hal tersebut merupakan bentuk upaya Kementan dalam meningkatkan ekspor dan pengendalian inflasi.

"Bersama Pemprov (Pemerintah Provinsi) Kepri dan Bank Indonesia (BI), Kementan juga akan melakukan verifikasi usaha pertanian yang dapat mendorong peningkatan investasi, ekspor pertanian, dan pengendalian inflasi," jelas Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam keterangannya, Selasa (2/10/2018).

Hal tersebut disampaikan Amran saat menandatangani nota kesepahaman bersama Gubernur Kepri Nurdin Basirun, dan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau Gusti Raizal Eka Putra, di Kantor Pusat Kementan, Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amran menjelaskan, dalam kerja sama ini Kementan berperan dalam kebijakan pengembangan usaha pertanian, serta melakukan percepatan investasi dan ekspor komoditas pertanian. Selain itu, Kementan menyediakan data dan informasi mengenai produksi dan penawaran dan permintaan komoditas pertanian.

Seperti diketahui, saat ini Kementan sedang menggenjot produktivitas sektor pertanian dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan dan menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.


"Dalam upaya mencapai misi tersebut, Kementan tentu tidak hanya berfokus pada wilayah-wilayah yang sudah menjadi sentra produksi pertanian, tapi juga mengembangkan wilayah yang belum tergali potensinya. Salah satu wilayah suboptimal yang menjadi fokus Kementan sekarang adalah Provinsi Kepri," katanya.

Terkait hal itu, potensi pertanian di Provinsi Kepri memang belum tergali secara maksimal. Hal ini tercermin dari kontribusi pertanian terhadap pendapatan daerah yang hanya sebesar 0.012%, relatif kecil dibandingkan kontribusi tiga sektor utama, yaitu industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor pertambangan dan penggalian yang berkontribusi antara 14,3 hingga 39%.

Walau demikian, Amran mengatakan bahwa pembangunan pertanian di Kepulauan Riau perlu dikuatkan karena memiliki nilai strategis, yaitu pertama, agribisnis pertanian memiliki potensi besar meningkatkan penghasilan daerah karena memiliki pangsa pasar yang luas, baik di dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya, yang kedua, kemandirian pangan harus diupayakan di Kepulauan Riau karena masa tertentu terjadi kekurangan pasokan produk pertanian dari luar daerah karena kondisi cuaca yang buruk. Kemudian, ketiga, pengembangan komoditas tertentu mampu mendukung pengembangan sektor pariwisata, atau dengan kata lain bisa disebut sebagai pertanian berbasis pariwisata.

"Kepulauan Riau sendiri memiliki kelebihan tersendiri dalam perdagangan internasional karena kawasan Batam, Bintan, dan Karimun masuk ke dalam kawasan free trade zone, yaitu kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Kementan membidik Kabupaten Lingga untuk dikembangkan menjadi Kawasan Sentra Produksi Pertanian untuk memasok ke Kepulauan Kepri maupun untuk pasar internasional," ungkapnya.


Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kota Batam, Tanjung Pinang, kabupaten lain dan dari pendatang menyebabkan ketergantungan yang tinggi akan kebutuhan tanaman pangan dan hortikultura. Saat ini pasokan pangan dan hortikultura sangat terbatas dan dijual di pasar dengan harga yang tinggi dalam kondisi tertentu. Hal ini terjadi antara lain disebabkan cuaca yang kurang baik, distribusi kurang lancar, maupun gagal panen yang terjadi di Pulau Jawa atau Sumatera.

Amran juga menjelaskan, untuk pasokan kebutuhan internasional, Provinsi Kepri bisa menjadi penghubung kegiatan ekspor. Salah satu negara yang berpotensi menjadi pasar produk pertanian Indonesia adalah Singapura yang setiap harinya membutuhkan 2.500 ton komoditas hortikultura. Selama ini, Indonesia hanya bisa memasok 6% dari total kebutuhan Singapura.

Mencermati potensi pasar dan kebijakan pengembangan hortikultura di Propinsi Kepri tersebut, peluang yang akan dikembangkan melalui kerja sama ini antara lain budi daya tanaman pangan pokok, juga membuka lahan pengembangan pertanian hortikultura pada beberapa kawasan unggulan hortikultura.

Selain itu, peluang lainnnya yang akan dikembangkan adalah dengan membuka lahan agrobisnis untuk pertanian hortikultura, serta pembangunan industri/pabrik pengolahan produk tanaman hortikultura guna memenuhi permintaan pasar di tingkat domestik, nasional, dan luar negeri.


Kendalikan Inflasi Melalui Peningkatan Produksi Pangan

Selain akselerasi ekspor pertanian, kerja sama antara tiga lembaga ini juga ditujukan untuk pengendalian inflasi. Salah satu ruang lingkup Nota Kesepahaman ini adalah peningkatan kapasitas usaha bidang pertanian, khususnya komoditas penyumbang inflasi, seperti beras, cabai, dan bawang.

Menurut Amran, keterlibatan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kepri dalam kerja sama ini diharapkan dapat merumuskan dan menetapkan kebijakan pengembangan usaha berskala mikro, kecil, dan menengah, khususnya untuk mendukung pengendalian inflasi, penggunaan layanan keuangan non tunai, dan akses keuangan di sektor pertanian.

"Bank Indonesia juga akan melakukan kegiatan pengembangan sumber pembiayaan dalam rangka mendorong peningkatan usaha pertanian, serta melakukan edukasi keuangan terhadap pelaku usaha tani dalam rangka meningkatkan akses keuangan," ungkap Amran.

Saat ini, pengendalian inflasi khususnya untuk sektor pangan cukup baik, terbukti pada September lalu, Indonesia deflasi sebesar 0.18% dibandingkan bulan sebelumnya. BI menyebutkan deflasi bersumber dari koreksi harga beberapa komoditas seperti daging ayam ras, bawang merah, dan telur ayam ras.

"Belakangan ini, harga tiga komoditas ini mengalami penurunan harga karena produksinya yang berlimpah. Untuk itu, Kementan sedang mengupayakan agar daging dan telur ayam ras, serta bawang merah lokal dapat terserap tidak hanya di pasar domestik, tapi juga pasar internasional," pungkasnya. (idr/hns)

Hide Ads