Memaknai 'Evil Winter' di Perang Dagang AS-China yang Dimaksud Jokowi

Memaknai 'Evil Winter' di Perang Dagang AS-China yang Dimaksud Jokowi

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 12 Okt 2018 16:57 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengibaratkan kondisi ekonomi dunia seperti serial film Game of Thrones. Perang dagang yang terjadi seperti perseteruan antar Great Houses yang ingin ambil alih The Iron Throne.

Padahal di tengah perebutan kekuasaan itu ada ancaman bersama yang datang dari utara yakni Evil Winter. Selain itu Jokowi yakin perseteruan yang terjadi sama-sama berdampak negatif bagi yang kalah maupun yang menang.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual sepakat dengan analogi itu. Contohnya perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan China. Keduanya saling menyerang dengan membebani produk masing-masing negara dengan tarif bea masuk yang tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengaruh perang dagang ini saling menjatuhkan. AS memeberikan tarif yang satu membalas, terus seperti itu. Akhirnya yang terjadi perekonomian menurun, perdagangan global menurun. Akhirnya enggak ada yang menang dan yang kalah, yang dirugikan semuanya," tuturnya kepada detikFinance, Jumat (12/10/2018).


Dampaknya pun sudah mulai terasa. Banyak mata uang dunia yang anjlok cukup parah, khususnya negara-negara berkembang.

IMF juga memiliki pandangan yang sama. Perang dagang antara AS dan China berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia. Meskipun IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global bisa stabil di level 3,7%.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Tony Prasetiantono juga menilai perang dagang hanya akan berakhir sia-sia. Dampannya tidak hanya menyakiti pihak yang kalah tapi juga pemenangnya.

"Dalam situasi sekarang, tatkala kampanye perang dagang juga diikuti dengan kenaikan suku bunga. Dampaknya justru menyebabkan kurs yuan melemah, yang selanjutnya akan mempersulit AS dalam upayanya untuk menurunkan defisit perdagangan vs China, yang tahun lalu mencapai rekor US$ 375 miliar," tuturnya.


Jika perekonomian kedua negara ini tertekan, tentunya akan merembet ke negara-negara lain. Sebab kedua negara itu memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar dan berpengaruh.

Kedua pengamat ini sepakat sudah seharusnya negara-negara besar dunia lebih memfokuskan diri mengatasi permasalahan bersama. Salah satunya isu memburuknya iklim dunia. (das/dna)

Hide Ads