Dalam proses penyusunan RPM yang telah masuk tahap uji publik ini, Kemenhub bakal menyerahkan penetapan tarif kepada masing-masing pemerintah daerah (gubernur), khususnya taksi online yang hanya melayani konsumen di satu wilayah provinsi.
Sedangkan tarif taksi online yang melayani wilayah lebih dari satu provinsi, maka penentuan tarif menjadi kewenangan Kemenhub. Termasuk di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengatur tarif, kuota dan wilayah operasi ditetapkan Dirjen jika wilayah pelayanannya melampaui satu provinsi, kecuali Jabodetabek," sambung dia.
Pernyataan Syafrin menjawab pertanyaan dari wartawan apakah penetapan tarif taksi online di DIY bakal diatur oleh Kemenhub. Karena sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiadi menyebutkan contoh daerah yang taksi onlinenya memberikan pelayanan ke dua provinsi dan tarifnya ditentukan oleh pusat.
"Yogyakarta (DIY), Magelang, Purworejo, Klaten (Jawa Tengah) kan ada di wilayah yang provinsinya berdekatan itu juga diatur pusat," kata Budi kepada wartawan di Gedung Karsa, Selasa (31/10/2018).
Syafrin melanjutkan, sedangkan untuk taksi online yang beroperasi dalam satu wilayah provinsi sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur.
"Apakah itu terkait kuota, wilayah operasi dan tarif batas atas dan batas bawah, sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur," jelasnya.
Syafrin menjelaskan, pasca putusan Mahkamah Agung (MA) pada 31 Mei 2018, ada beberapa pasal yang dibatalkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Kemenhub diberi waktu hingga 20 Desember 2018 untuk mengeluarkan regulasi pengganti Permenhub 108 tersebut.
"Kita undang stakeholder terkait, membahas pengaturan kuota, wilayah operasi, tarif batas atas dan bawah, dan menambahkan pemenuhan standar pelayanan minimal untuk ASK. Tujuannya untuk menjamin penyelenggaraan ASK sesuai dengan prinsip di antaranya safety dan security. Juga perlindungan kepada masyarakat diatur jelas dalam RPM, di antaranya mewajibkan perusahaan angkutan khusus dan penumpang diasuransi, serta penambahan panic button pada aplikasi milik pengemudi dan penumpang," imbuhnya. (fdl/fdl)