Di sekitar TPI Karangsong bersandar kapal-kapal besar berbobot 70 hingga 150 gross ton (GT), yang siap mengarungi lautan. Nampak pula kesibukan para pekerja sedang membuat kapal berbobot 70 hingga 100 GT.
Proses pembuatan itu ternyata memakan waktu berbulan-bulan dan biaya bisa mencapai miliaran rupiah. Pembuatan kapal ini berada di pinggiran muara yang menuju ke arah TPI Karangsong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Seorang pembuat kapal bernama Agus bersama beberapa pekerja lainnya nampak sibuk membuat pesanan seorang juragan kapal. Panjang kapal yang dibuat Agus dan rekan-rekannya itu sekitar 30 meter, lebar 8 meter, dan tinggi mencapai 4 meter.
Saat ditemui, Agus tengah sibuk memasang bibit busa sebagai pelapis anti bocor, dan para pekerja lainnya tengah sibuk memasang kayu.
"Kayu-kayu ini dari Surabaya, kalau asalnya sih dari Kalimantan. Kapal ini lama tidak digarap, baru digarap lagi. Normalnya sih empat bulanan, ini sudah enam bulan lebih," kata Agus warga Kelurahan Pasekan, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat saat ditemui detikcom di Jalan Karangsong, Selasa (13/11/2018),
![]() |
Sebagian besar pekerja kapal berasal dari Kelurahan Pasekan dan Pabean. Bayaran para pekerja kapal, diakui Agus, tak jauh berbeda dengan kuli bangunan.
"Bayaran sekitar 100 ribu hingga 150 ribu. Dibayar per hari," kata pekerja yang berusia 28 tahun itu.
Menurut Agus kapal berbobot 80 hingga 100 GT yang ia buat bersama rekan-rekannya itu digunakan juragan kapal untuk berlayar ke perairan timur Indonesia, salah satunya Laut Arafuru. "Kalau kapal berbobot 10 GT kan untuk perairan yang dekat saja. Kalau ini sampai ke Arafuru," kata Agus.
![]() |
Penakluk Laut Arafuru
Sekitar satu kilometer dari tempat Agus membuat kapal, para nelayan Karangsong sibuk mondar-mandir di TPI Karangsong. Sejumlah kapal berbobot 80 GT ke atas bersandar. Salah satunya KM Hikmah milik juragan kapal, Sirajudin.
Tahun ini, Sirajudin memiliki kapal baru berbobot di atas 80 GT. Menurutnya banyak juragan memesan kapal baru berbobot di atas 80 GT sejak Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memerangi ilegal fishing.
Kapal-kapal itu dipakai berlayar menangkap ikan di perairan di timur Indonesia, termasuk Laut Arafuru.
"Kalau persaingan kapal besar itu dimulai sejak 2007. Tapi beberapa tahun terakhir kita mulai berlayar ke Arafuru. Rata-rata kapal-kapal besar ini ke sana," kata Sirajudin saat ditemui detikcom di TPI Karangsong.
![]() |
Pembuatan kapal berbobot 80 GT ke atas, menurut Sirajudin, bisa memakan waktu empat sampai lima bulan. Biaya pembuatannya bisa sampai Rp 5 miliar.
Modal pembuatan kapal itu setengahnya bersumber dari pinjaman bank. Sirajudin mengaku sejak 1980 mulai menjadi nasabah salah satu bank. "Dulu pertama dapat pinjaman dari bank itu cuma Rp 100 ribu, Alhamdulillah sekarang dipercaya bank. Sudah bisa meminjam sampai Rp 2 miliar," kata Sirajudin.
Setiap satu kapal diawaki sekitar 16 hingga 18 orang. Kapal berbobot besar itu, lanjut dia, berlayar hingga Laut Arafuru, di sekitar Maluku dan Papua. Dalam satu kali pelayaran, dikatakan Sirajudin, membutuhkan waktu hingga tiga sampai empat bulan.
Saat ditanya mengenai hasil tangkapan ikannya, Sirajudin hanya tersenyum.
"Ya kalau kapalnya 90 GT ya sekitar 90 ton hasil tangkapan ikannya. Ya segitu lah. Kapal saya kalau berlayar itu sampai ke Arafuru, kalau sudah full tangkapan ikannya ya pulang" katanya.
Saat ini, Sirajudin memiliki empat kapal berbobot 80 GT ke atas, namun satu kapal yang baru saja ia pesan tak bisa berlayar lantaran masih terkendala Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). (hns/hns)