Kekhawatiran itu muncul setelah adanya rencana pemerintah mengeluarkan sektor TI dan ESDM dari daftar negatif investasi dinilai. Dengan demikian, sangat terbuka peluang untuk penanaman modal asing mencapai 100% nantinya.
Menurutnya dengan keleluasaan kepemilikan asing mencapai 67% di sektor TI dan 49% di sektor energi dinilai sudah cukup liberal. Sehingga tidak perlu lagi ada penambahan yang membuat mayoritas kepemilikan asing nantinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya sektor TI dan ESDM sangat strategis karena menyangkut hajat hidup warga Indonesia. Hal itu sebagaimana diamanatkan Undang-undang TI nomor 36 tahun 1999 dan UUD nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan serta UUD nomor 30 nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Dengan demikian, kata dia, pemerintah harus memegang kendali atas arah perkembangan dan kepemilikan TI dan ESDM. Sehingga, sambung dia, sumber daya yang terbatas tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
"Kalau sudah mayoritas dikuasai asing bahkan sampai 100 persen, maka otomatis kendali ada di asing. Artinya pemerintah menyerahkan kedaulatan negara kita kepada asing khususnya di dua sektor strategis tadi," kata Wisnu.
Dia menuturkan jaringan telekomunikasi, perangkat konstruksi dan pengeboran migas mayoritas produk impor. Bukan tidak mungkin dengan kepemilikan 100% modal di Indonesia bisa mengancam perusahaan nasional yang mengelola dua sektor tersebut.
"Harusnya pemerintah fokus mendorong perkembangan industri sehingga dapat mengurangi defisit, bukannya membebaskan kepemilikan mencapai 100% kepada asing," jelas dia.
Ketua umum Serikat Pekerja Telkomsel Budi Mulya mengatakan penguasaan asing 100 persen di sektor telekomunikasi juga bisa mengancam keamanan negara. Sebab bisa saja nomor-nomor telepon para pejabat negara terintegrasi di operator telekomunikasi.
"Dengan dibuka sampai jaringan tetap, bergerak bayangkan dikuasai asing terkoneksi dengan aparat pemerintah dan lainnya. Ini kan berbahaya," ucap Budi
Ia mencontohkan Indosat yang awalnya merupakan BUMN dan saat ini dimiliki asing. Hal itu tentu bukan tidak mungkin terjadi kepada perusahaan BUMN lainnya seperti Telkomsel."Itu yang kami khawatirkan karena sudah terjadi pada Indosat," kata Budi (hns/hns)