Budidaya Sorghum di NTB Ini Dikelola Lewat Skema 'Korporasi' Petani

Budidaya Sorghum di NTB Ini Dikelola Lewat Skema 'Korporasi' Petani

Robi Setiawan - detikFinance
Jumat, 14 Des 2018 17:21 WIB
Foto: Kementan
Jakarta - Di sela-sela menghadiri Seminar Nasional di Mataram, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengunjungi perusahaan UMKM yang bergerak di industri pangan lokal, yaitu CV Yant Sorgum.

Perusahaan ini membudidayakan tanaman sorghum pada areal 50 hektar, serta memberdayakan petani binaan sebanyak 200 orang, dengan konsep korporasi petani.

"Saya sangat mengapresiasi apa yang dilakukan dan dikembangkan Ibu Yanti (pemilik CV Yant Sorghum) dalam pengembangan tanaman sorgum dengan konsep korporasi petani," kata Agung dalam keterangan tertulis, Jumat (14/12/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Korporasi petani adalah model bisnis yang dikembangkan Kementan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Model bisnis ini diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi produk pertanian, dan peningkatan nilai tawar produk di pasar.

"Kami sangat mendukung dan mendorong pengembangan pangan lokal. Model yang dikembangkan Ibu Yanti bisa merupakan contoh pengembangan industri pangan lokal yang akan kami kembangkan tahun depan," tambahnya.


Yanti mengaku menerapkan konsep korporasi petani sejak 2015 dalam bentuk CV Yant Sorghum yang berbasis di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dengan konsep korporasi, Yanti telah mengerakkan 200 petani yang tersebar di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Selatan untuk membudidayakan tanaman sorghum.

"Secara keseluruhan lahan garapan perusahaan ini mencapai 50 hektare," ujar Yanti.

Sorghum merupakan tanaman yang menghasilkan zero waste product. Menurut Yanti biji sorghum dapat diolah menjadi tepung, pakan ternak, nasi, dan biskuit.

Batang sorghum, lanjutnya, dapat diolah menjadi gula, pakan sapi, kompos, dan permen. Sedangkan daunnya dapat diolah menjadi kompos, pewarna alami, dan keripik.

"Perusahaan kami mencoba mengolah (sorghum) semaksimal mungkin. Biji, batang, dan daunnya kami olah seluruhnya," tambahnya.

Bisnis model yang diterapkan Yanti dilakukan dengan menggerakkan wanita-wanita tani melalui model korporasi petani.

Dirinya menjelaskan hasil panen dibeli oleh CV Yant Sorghum kemudian dilakukan pengolahan yang meliputi proses penggilingan, penepungan, hingga mencapai produk jadi.


Produk yang dijual meliputi beras sorghum, tepung sorghum, gula cair sorghum, kue kering, minuman kesehatan sorghum, popcorn sorghum, keripik daun sorghum, kerupuk sorghum, serta dendeng daun sorghum.

Pemasaran tidak hanya konsumen dapat membeli langsung kepada penjual. Metode yang dilakukan ini dapat mengurangi rantai pasok yang panjang, sehingga harga lebih kompetitif.

Petani yang bekerja sama dengan CV Yant Sorghum dapat menikmati hasil panen. Setiap kali panen, petani akan dapat mengantongi hasil sekitar Rp 25 juta per hektare dengan biaya produksi Rp 6-7 juta per hektar.

Dengan kondisi agroklimat di NTB, menurut Yanti tanaman sorghum dapat panen hingga 4 kali setahun. Dengan perkiraan ini, petani dapat mengantongi pendapatan bersih lebih Rp 60 juta per hektare dalam satu tahun. (prf/hns)

Hide Ads