Salah satu komoditas tanaman herbal yaitu empon-empon (rimpang) seperti jahe, kunyit, temu lawak, lempuyang, lengkuas, bengle dan kencur. Komoditas tersebut merupakan produk unggul tanaman obat di Karanganyar, Jawa Tengah.
"Karanganyar salah satu sentra tanaman obat, petani sekarang sudah banyak menanam. Penanaman dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman tahunan. Pasarnya jelas baik di dalam maupun luar negeri, seperti Bangladesh, Jepang, Belanda, juga Amerika Serikat," ujar Suwandi dalam keterangan tertulis, Kamis (13/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mengunjungi petani empon-empon di Desa Blorong, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah Rabu (12/12/2018) itu, Suwandi mengatakan selama ini bisnis biofarmaka lebih maju seiring berkembangnya industri herbal dan gaya hidup back to nature.
Ia mengungkap, sepanjang tahun 2018 kinerja ekspor komoditas biofarmaka cukup menggembirakan. Berdasarkan data BPS, ekspor jahe mencapai 2 ribu ton, saffron seribu ton, turmeric 7 ribu ton, kapulaga 6 ribu ton dan tanaman biofarmaka lainnya 1 ribu ton.
"Produk tanaman empon-empon ini sebagai pemasok untuk industri herbal, rumah sakit herbal, salon kecantikan, bahan kosmetik, spa, dan untuk kebutuhan kesehatan lainnya," ungkapnya.
"Kuncinya di teknologi pengolahan, manajemen industri, pengemasan dan jejaring marketingnya. Sentra tanaman obat Sukabumi, Cianjur, Banjarnegara, Karanganyar, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan dan lainnya" sambung dia.
Di tempat yang sama, salah seorang petani empon-empon, Suyono, mengatakan lahan di daerah tidak ada yang kosong karena ditanami tanaman empon-empon.
"Semua lahan di Karanganyar tidak ada yang kosong, ditanam secara tumpang sari dengan tanaman obat. Apalagi kunyit bisa ditanam di tanah kosong, di mana saja. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun datang ke sini untuk meneliti agar menghasilkan varietas yang lebih bagus," ujarnya.
Suyono menyebutkan harga empon-empon di petani cukup bagus. Yakni jahe gajah Rp 6 ribu/kg, jahe emprit Rp 15 ribu/kg, jage merah Rp 30 ribu/kg, kunyit kuning Rp 3 ribu/kg, kunyit putih Rp 2.500/kg, temu lawak Rp 2.500/kg, lempuyang Rp 700/kg, lengkuas laos Rp 2 ribu/kg, bengle Rp 700/kg dan kencur Rp 40 ribu/kg.
"Harga kencur mahal karena permintaan tinggi, sementara produksi petani masih sedikit. Pasar komoditas obat-obatan ini sangat mudah bahkan diekspor. Sudah kerja sama dengan perusahan- perusahan besar dalam negeri," sebutnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Karanganyar, Supramnaryo mengatakan perlu meningkatkan sinergi kemitraan antara petani dan pelaku usaha dan eksportir empon-empon yang dibina dan difasilitasi pemerintah. Ini penting untuk meningkatkan gairah petani karena petani mendapatkan kepastian pasar dan harga yang menguntungkan.
"Karanganyar sentra empon-empon dikembangkan di lahan pekarangan dan tumpang sari ke kebun. Produksi di Jumantono bisa mencapai 240 ton. Letak strategis karena di Karanganyar terdapat lembaga riset Kemenkes yakni B2P2TOOT (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional)," kata Supramnaryo. (prf/fdl)