Sudah Tahu Co-Working Kan? Next Bakalan Ramai Co-Living

Sudah Tahu Co-Working Kan? Next Bakalan Ramai Co-Living

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 10 Jan 2019 08:03 WIB
Suasana di co-living startup Roam di Bali. Foto: Dok. CNBC
Jakarta - Co-Working Space atau ruang kerja bersama kini sedang ramai di Indonesia. Banyak perusahaan rintisan dan pekerja lepas yang menggunakan co-working space sebagai tempat bekerja.

Tapi tahu nggak, setelah ruang kerja bersama ini akan muncul tempat tinggal bersama atau Co-Living. Mengutip CNBC ada seorang bernama Matt Alcock yang sedang berwisata di Bali. Namun tak sekadar wisata, ia juga mengerjakan desain kartu nama untuk sebuah kafe di Vietnam.

Sebenarnya Alcock adalah seorang pengembara atau orang yang sangat menyukai wisata dan saat ini sedang cuti selama setahun. Dalam setiap perjalanannya, Alcock selalu tinggal dengan komunitas-komunitas yang memiliki kegiatan yang sama dengannya. Alcock menjelaskan ia memang bekerja sebagai desainer produk yang desainnya bisa dikerjakan dari jarak jauh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Survei Gallup menunjukkan jika 24% orang menghabiskan 80% jam kerja mereka dari jauh alias secara remote pada 2012. Kemudian jumlahnya meningkat menjadi 31% pada 2016.

Angka ini menjadi potensi untuk meningkatkan penyewaan ruang kerja atau ruang tinggal bersama. Namun dibutuhkan investasi yang besar untuk menarik banyak pelanggan di segmen ini.

Misalnya Titan WeWork sebuah ruang kerja bersama yang terletak di London, membuka ruang tinggal bersama di Amerika Serikat (AS) dan diberi nama WeLive. Mereka menyediakan ruang tinggal di New York City dengan tipe studio hingga ruangan dengan empat kamar tidur. Harga yang ditawarkan biasanya lebih murah dibandingkan dengan bangunan serupa di wilayah itu.

Kemudian di Asia, ada Titan Capital Realand yang meluncurkan ruang tinggal bersama di China, Singapura, Thailand hingga Filipina. Tempat tinggal ini dinamakan Lyf Property yang akan dibuka dalam waktu dekat.

Sebuah penyedia CoLiving Roam menyebut demografi yang ada di berbagai negara tidaklah penting. Yang penting adalah komunitas bisa berkumpul dan membagi pengalaman.

"Kami tidak memiliki batasan usia, di Roam kami berpikir komunitas adalah campuran yang tepat untuk berkumpul untuk berbagi pengalaman," ujarnya dikutip dari CNBC, Rabu (9/1/2019).


Dia menyebut semua orang dari berbagai usia bisa tinggal di Roam, misalnya seperti pebalap mobil berusia 32 tahun hingga traveller berusia 72 tahun bisa tinggal di Co-Living.

Seorang konsultan keamanan dunia maya asal AS, Aaron Bryson, yang saat ini tinggal di Roam wilayah Bali menyebut tinggal bersama kini lebih populer dibandingkan bekerja bersama.

Menurut dia, setelah Airbnb, hotel dan hostel kini Co-Living berpotensi besar untuk berkembang. "Banyak yang bisa bekerja di luar. Tapi tinggal bersama berpotensi besar jika penyedia layanan menyediakan fasilitas koneksi internet yang baik," jelas Bryson.

Dia menjelaskan selama ia melakukan perjalanan dan tinggal di berbagai jenis ruang kerja dan tempat tinggal bersama. Ia banyak mempelajari banyak hal, mulai dari teman kerja hingga apa yang dia butuhkan dari kantor konvensional namun untuk bekerja sendiri.

"Keterampilan itu pasti akan dibutuhkan untuk sepuluh tahun ke depan," jelasnya.

(kil/ang)

Hide Ads