Dia menilai kecilnya gaji para pegawai negeri sipil (PNS) menjadi salah satu pemicu adanya tindak korupsi. Jika terpilih nanti, dirinya pun akan menempuh janji tersebut melalui peningkatan tax ratio. Bisa kah?
Pengamat pajak DDTC Darussalam mengaku membuat tax ratio Indonesia meningkat menjadi 16% dari posisi terakhir 11,5% bisa dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, ekstra kerja keras yang dimaksud dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepastian hukum.
"Tanpa adanya kedua hal tersebut namun tax ratio ditingkatkan yang terjadi adalah dunia usaha yang kurang kondusif," ujar dia.
Lebih lanjut Darussalam mengungkapkan, janji peningkatan tax ratio seharusnya menjadi program utama kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pasalnya, visi dan misi para calon tetap ingin mempercepat pembangunan baik infrastruktur maupun sumber daya manusia (SDM).
"Target tax ratio sebesar 16% sesungguhnya merupakan sesuatu yang harus dicapai dalam rangka mendanai pembangunan yang semakin besar.
Justru setiap capres perlu untuk tidak hanya 'menjual' agenda dan program pembangunan, namun juga punya strategi untuk memobilisasi sumber penerimaan untuk mendanai 'program' agenda," ungkap dia.
Di Indonesia, ukuran yang fair digunakan adalah tax ratio dalam arti sempit. Sejak tahun 2015 hingga 2017, tax ratio Indonesia hanya berkutat di angka 10% di mana tax ratio tahun 2017 berada di level 10,8 persen dengan total PDB nominal sebesar Rp 13.588,8 trilliun dan pertumbuhan ekonomi 5,07% (Berita Resmi BPS nomor 16 tanggal 5 Februari 2018).
Terlebih, di tahun 2018, tax ratio hanya ditarget sebesar 10,9%. Artinya, untuk menembus level 11 persen saja masih sulit di tengah tingginya tax ratio negara lain. Jika kebutuhan belanja sekitar 15-16% dari total PDB, idealnya tax ratio harus mendekati angka tersebut untuk mendorong fiscal sustainability dan menjamin defisit tetap terkendali.
Saksikan juga video 'Prabowo-Sandi Garap Isu Ekonomi di Setiap Debat':