RI Masih Impor Jagung, Kok Malah Mau Ekspor?

RI Masih Impor Jagung, Kok Malah Mau Ekspor?

Puti Aini Yasmin - detikFinance
Selasa, 22 Jan 2019 09:30 WIB
1.

RI Masih Impor Jagung, Kok Malah Mau Ekspor?

RI Masih Impor Jagung, Kok Malah Mau Ekspor?
Foto: Andhika Akbarayansyah/Tim Infografis
Jakarta - Kebutuhan jagung dalam negeri saat ini masih dipenuhi dengan kegiatan impor. Pasalnya, harga komoditas tersebut meningkat tajam belakangan ini.

Namun, di sisi lain pemerintah juga berencana untuk mengekspor jagung. Langkah itu akan dilakukan saat panen raya di bulan Maret hingga April.

Dirangkum detikFinance, Selasa (22/1/2019) begini ulasan selengkapnya:
Kementerian Pertanian berencana untuk mengekspor jagung di tahun ini. Hal itu akan dilakukan bila harga jagung di dalam negeri sudah menurun.

Menurut Menteri Pertanian Amran Sulaiman impor dilakukan bertepatan dengan waktu panen raya di bulan Maret dan April. Sebab, pada saat itu diperkirakan kebutuhan telah tercukupi.

"Jadi dipersiapkan dari sekarang. Tapi, dipastikan harga dalam negeri turun dulu di bawah Rp 3.000 ya. Ini sekarang sedang menuju panen. Nanti panen raya Maret-April," kata dia di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/1/2019).

Lebih lanjut, ia mengatakan ekspor tersebut akan dilakukan ke Filipina. Namun terkait dengan jumlahnya ia belum bisa memastikan.

"Negaranya tetap, kita fokus ke Filipina. Tapi belum tahu (jumlah yang akan diekspor)," sambung dia.

Sementara itu, ia mengaku tak mempersalahkan kegiatan ekspor di tengah impor yang dilakukan. Sebab, pihaknya sendiri telah menghentikan impor sebanyak 3,5 juta ton.

Bahkan, langkah tersebut telah diapresiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena mampu menghentikan impor yang setara dengan Rp 10 triliun.

"Bukan pencitraan. Bahkan ini (ekspor) sudah diapresiasi oleh seluruh DPR. Kita kan menyetop impor 3,5 juta ton itu nilainya Rp 10 triliun," tutup dia.

Kegiatan ekspor di tengah impor banyak menimbulkan kebingungan. Apakah langkah impor tersebut merupakan bentuk pencitraan?

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan bahwa ekspor jagung di tengah kegiatan impor bukan lah pencitraan. Bahkan, hal itu diapresiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut dia, apresiasi tersebut karena mampu memberhentikan impor jagung sebanyak 3,5 juta ton atau setara dengan Rp 10 triliun.

"Bukan pencitraan. Bahkan ini (ekspor) sudah diapresiasi oleh seluruh DPR. Kita kan menyetop impor 3,5 juta ton itu nilainya Rp 10 triliun," kata dia di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/1/2019).

Lebih lanjut, ia mengungkapkan rencana ekspor jagung ke Filipina. Hal ini akan dilakukan dalam waktu dua bulan ke depan atau bertepatan dengan panen raya.

Kata Amran, ketika panen raya maka dalam negeri telah terpenuhi dan harga jagung akan berada di bawah Rp 3.000 per kilogram (kg).

"Kita mau ekspor, fokusnya ke Filipina. Ini nanti pas panen raya Maret-April. Tapi dipastikan dulu harga dalam negeri turun di bawah Rp 3.000 per kg," paparnya.

Sementara itu, pemerintah di akhir tahun 2018 mengimpor jagung sebanyak 100 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan. Kemudian di awal tahun 2019 kembali menambah impor sebanyak 30 ribu ton.

Langkah pemerintah dengan melakukan impor jagung sebanyak 100 ribu ton pada akhir 2018 sepertinya belum berimbas pada penurunan harga jagung terutama bagi kalangan peternak.

Selain pasokan yang masih sulit didapat, harga jagung juga masih tergolong tinggi. Ketua Umum Pinsar, Singgih Januratmoko mengatakan saat ini harga jagung masih berada di tingkat Rp 6.300 hingga Rp 6.700 per kilogram (kg).

Angka itu jauh dari harga normal di kisaran Rp 3.000 per kg.

"Masih mahal. Sekarang harganya Rp 6.300 hingga Rp 6.700 per kg," kata dia kepada detikFinance, Senin (21/1/2019).

Lebih lanjut, mahalnya harga jagung membuat biaya produksi meningkat. Padahal, harga jual telur dan daging ayam tetap berada di kisaran Rp 18.000 per produksi.

Hal itu pun menimbulkan selisih kerugian mencapai Rp 1.000 per produksi telur dan daging ayam.

"Telur sekarang Rp 18.000 hingga Rp 19.000 per kg (harga jual) kalau daging ayam juga Rp 18.000. Nah biaya produksinya Rp 18.000. Jadi ada rugi Rp 1.000 lah," jelas dia.

Singgih pun berharap agar harga jagung sebagai bahan baku utama pakan bisa membaik dalam seminggu ke depan. Hal itu dengan adanya impor jagung yang masuk dan panen.

Dengan begitu, biaya produksi bisa berkurang dan tidak menimbulkan kerugian bagi peternak.

"Semoga minggu depan, jagung impor (masuk) jadi harapannya jagung impor sudah masuk, panen ada dan harga normal, harga ayam naik jadi peternak nggak merugi," pungkasnya.

Sementara itu, peternak mengurangi produksi dengan mengurangi masuknya anak ayam atau DOC yang masuk ke dalam kandang dan menjual ayam potongnya.

Hide Ads