Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan (RB Kunwas) Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh mengatakan identifikasi tersebut adalah upaya untuk memperbaiki potensi inefisiensi dari kegiatan-kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan terus berulang untuk diperbaiki.
Hal ini, kata Ateh, meluruskan pernyataan mengenai adanya kebocoran anggaran 25% di Pemerintahan Jokowi-JK, khususnya pencegahan inefisiensi dan inefektivitas anggaran senilai Rp 392 triliun pada Kementerian PANRB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ateh juga menegaskan, jumlah tersebut bukanlah nilai proyek yang di-markup, melainkan kegiatan yang terlaksana dan ada wujudnya, namun hasilnya yang belum fokus pada prioritas atau belum menyentuh sasaran.
Kementerian PANRB kemudian melakukan evaluasi sekaligus identifikasi terhadap program dan kegiatan yang kurang memiliki daya ungkit kemanfaatan yang jelas untuk masyarakat.
"Pemerintah melakukan Reformasi Birokrasi yang terukur untuk membenahi itu, memberikan solusi untuk itu, melalui langkah-langkah asistensi dan evaluasi terhadap kinerja Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah," ujar Ateh dalam keterangannya, Kamis (14/2/2019).
"Pembenahan dititikberatkan pada upaya refocussing program dan kegiatan yang lebih prioritas sehingga dapat memberi dampak dan kemanfaatan langsung terhadap masyarakat. Upaya kami yang berkelanjutan ini juga berhasil melakukan efisiensi terhadap anggaran senilai 41,15 Triliun rupiah, lalu di refocusing untuk hal yang lebih prioritas," sambungnya.
"Kami semua bersemangat atas capaian yang positif ini, dan yang lebih signifikan upgrade kemampuan para Aparatur Negara sampai di daerah semakin mumpuni dan efektif dalam menjalankan roda pemerintahan, karena asistensi Kementerian PANRB memberikan dampak yang snow-balling, meluaskan knowledge learning, dan jika ini semakin meluas kita yakin pemerintahan akan semakin menunjukkan kinerja yang berkelas dunia, sebagaimana target capaian Grand Desain Reformasi Birokrasi di penghujung 2024 nanti," ujar Ateh. (fdl/hns)