Pemerintah Bisa Kehilangan Kontrol di BUMN Strategis
Senin, 19 Sep 2005 10:58 WIB
Jakarta - Pemerintah berpotensi kehilangan kontrol atas BUMN strategis yang kepemilikan negaranya tinggal 51 persen.Kondisi ini kemungkinan besar terjadi jika ada BUMN strategis yang membutuhkan tambahan modal. Namun minimnya kemampuan negara, kecil kemungkinan pemerintah sebagai pemegang saham mampu menyetor modal tambahan tersebut."Dengan terbatasnya keuangan negara, bila terjadi masalah yang berdampak pada kebutuhan permodalan, ada potensi hilangnya kontrol negara atas BUMN strategis," kata Sekretaris Kementerian Negara BUMN Muhammad Said Didu dalam pernyataan tetulis di Jakarta, Senin (19/9/2005).Minimnya anggaran negara juga telah berdampak terhadap gagalnya pemerintah menyelesaikan masalah keuangan di BUMN strategis, seperti Dirgantara Indonesia, PLN, Merpati, dan Garuda."Kalau ada dana, perusahaan-perusahaan itu tidak perlu berlarut-larut dengan masalah keuangannya sampai dengan saat ini," ujar Said.Pemerintah, menurut Said, dipastikan mengalami dilusi saham jika terjadi masalah keuangan di BUMN strategis yang membutuhkan dana. Akibatnya, jumlah saham terus berkurang yang membuat pemerintah tidak memiliki kendali lagi.Kondisi ini, menurut Said, bisa terjadi, khususnya pada BUMN strategis yang telah menjadi perusahaan publik, seperti Telkom yang kepemilikan negara tinggal 51 persen dan BRI tinggal sebesar 59,9 persen."Contohnya, jika saat ini Telkom mengalami masalah keuangan dan harus dilakukan penyuntikan dana melalui right issue (penerbitan saham baru), maka kemungkinan besar pemerintah tidak akan bisa ikut serta, yang berarti terdilusinya saham negara menjadi di bawah 51 persen," papar Said.Melihat potensi kehilangan kendali seperti ini, Said berharap agar pernyataan kepemilikan negara cukup 51 persen di BUMN strategis perlu dipertimbangkan kembali.Menurutnya, berdasarkan UU 19/2003 tentang BUMN pasal 1 ayat 2, perusahaan dengan kepemilikan negara di bawah 51 persen tidak lagi berstatus BUMN dan pemerintah tidak lagi dapat mengontrol secara penuh BUMN tersebut.Said berharap, ke depan pemerintah lebih berhati-hati dalam memutuskan besaran privatisasi yang optimal dan aman dalam pengamanan BUMN strategis. Terlebih setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tanggal 5 September 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero).Kementerian Negara BUMN akan membahas dengan DPR mengenai penyusunan daftar seluruh BUMN yang dikategorikan 100 persen harus dimiliki negara. Pembahasan itu juga menyangkut BUMN mana yang boleh diprivatisasi, besaran privatisasinya, serta berapa jumlah minimal yang harus dikuasai negara.
(ir/)