Menanggapi itu, Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Drajad Wibowo justru menyoroti masalah defisit anggaran pada BPJS Kesehatan.
"Urusan 'perkartuannya' sendiri juga punya masalah kredibilitas. BPJS Kesehatan saja masih defisit cukup besar besar," kata Drajad saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Drajad, adanya defisit anggaran pada BPJS Kesehatan juga buntut dari program 'kartu sakti' Jokowi, dalam hal ini Kartu Indonesia Sehat.
"Sejumlah rumah sakit di berbagai daerah masih belum dibayar tunggakannya. Bahkan ada yang hingga puluhan milyar. Padahal BPJS Kesehatan itu terkait KIS," ungkap dia.
Oleh karena itu, Drajad menilai bahwa kebijakan-kebijakan populis yang dijanjikan harus tepat dan dilakukan dengan sistem kehati-hatian yang tinggu.
"Tidak bisa grasa-grusu, apalagi sekedar untuk menaikkan elektabilitas. Jika tidak, kredibilitas kebijakan ekonomi bisa anjlok. Ini bisa meningkatkan risiko fiskal dan secara umum, risiko ekonomi makro," ungkap dia.
Sebelumnya, dalam kunjungannya ke Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat membahas keuntungan memiliki Kartu Prakerja.
Jokowi mengatakan kartu tersebut sangat baik untuk muda-mudi yang baru lulus SMA. Jiga sudah diberi pelatihan namun belum dapat kerja, para muda-mudi ini bakal digaji.
"Kan sudah dilatih sesuai bidang masing-masing. Namun, jika masih belum dapat kerja, kita akan berikan gaji, tapi besarannya berapa, itu masih dirahasiakan," kata Jokowi. (hek/dna)