Jakarta -
Boeing akhirnya memutuskan menghentikan penerbangan semua pesawat seri 737 MAX. Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya tidak melarang akhirnya pun berubah pikiran.
AS menjadi negara terakhir yang melarang pesawat ini mengudara. Sebelumnya banyak negara termasuk di Eropa yang sudah mengambil keputusan pelarangan terlebih dahulu.
Otoritas penerbangan sipil AS, Federal Aviation Administration (FAA) mengatakan keputusan larangan terbang sementara pesawat-pesawat itu dibuat berdasar bukti baru serta data satelit.
AS menjadi negara paling lama yang mengambil keputusan itu. Demikian dilansir dari CNN.
Keputusan otoritas AS itu diambil setelah dua kali terjadi kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX milik Lion Air di Indonesia pada Oktober tahun lalu dan Ethiopian Airlines belum lama ini.
FAA memiliki tim yang menyelidiki bencana di lokasi kecelakaan Ethiopian Airlines, bekerja sama dengan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional.
Dan Elwell, pejabat di FAA mengatakan "Menjadi jelas bagi semua pihak bahwa pola [penerbangan] Ethiopian Airlines sangat dekat dan berperilaku sangat mirip dengan penerbangan Lion Air,".
Dia menambahkan, bukti yang mereka temukan di darat membuat mereka pola penerbangannya sangat mirip dengan Lion Air.
Presiden Donald Trump pada awalnya mengumumkan bahwa FAA akan membuat perintah darurat setelah informasi baru dan bukti fisik yang diterima dari lokasi kecelakaan dan lokasi lain dan dari berbagai macam keluhan.
Penyelidikan awal menunjukkan bahwa pilot dalam kecelakaan Lion Air berjuang untuk mendapatkan kendali atas pesawat setelah bagian depan pesawat dipaksa turun oleh fitur keselamatan otomatis.
Lalu CEO Ethiopian Airlines mengatakan pilotnya juga melaporkan masalah sulitnya mengendalikan pesawat sebelum kecelakaan.
Otoritas penerbangan di seluruh dunia telah memerintahkan pesawat-pesawat itu untuk dilarang terbang. Amerika Serikat pada dasarnya adalah negara terakhir yang masih memungkinkan pesawat itu terbang.
Sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan pelarangan itu pada Rabu sore waktu setempat saham Boein di New York Stock Exchange (NYSE) turun 3%. Demikian dilansir dari CNN, Kamis (14/3/2019).
Saham Boeing itu kemudian rebound. Hari ini saham Boeing tercatat naik 0,46% ke posisi US$ 377,14 per lembar.
Tetapi penutupan perdagangan Rabu, saham Boeing masih tercatat turun lebih dari 10% sejak kecelakaan menimpa Ethiopian Airlines. Valuasi market Boeing turun lebih dari US$ 25 miliar atau setara Rp 350 triliun (kurs Rp 14.000)
Saham tiga maskapai AS yang telah menggunakan Boeing 737 MAX yakni American Airlines, Southwest dan United juga turun. Boeing dikabarkan akan memberikan kompensasi atas hal itu dan potensi kehilangan pendapatan. Ada 67 armada Boeing 737 MAX yang beroperasi di 3 maskapai itu.
Semua maskapai mengatakan mereka akan bekerja untuk mengakomodasi penumpang yang terkena dampak dari pelarangan itu. Namun, pesawat itu hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan armada mereka. Pesawat Boeing MAX menyumbang kurang dari 3% dari kapasitas masing-masing maskapai.
Saham perusahaan telah anjlok. Kinerja keuangan perusahaan diprediksi memburuk. Lalu bagaimana lembaga pemeringkat seperti Fitch Ratings melihatnya?
Lembaga pemeringkat internasional ini belum mengambil sikap. Rating utang perusahaan masih tetap A Stable.
"Masih terlalu dini untuk mengambil tindakan pemeringkatan kredit pada saat ini, karena kesimpulan akhir tentang Ethiopian Airlines dan Lion Air belum diketahui, dan ada banyak skenario yang bisa dimainkan," dikutip dari keterangan tertulis Fitch Ratings, Kamis (14/3/2019).
Meskipun Fitch Ratings melihat adanya skenario buruk yang sistemik secara jangka panjang, seperti keterlambatan pengiriman material, pembatalan pesanan signifikan dan sentimen publik negatif terhadap Boeing 737 MAX.
Skenario buruk seperti itu dapat melemahkan profil kredit Boeing dan beberapa pemasoknya dan memberikan tekanan signifikan pada beberapa emiten maskapai.
Efek pada transaksi utang yang dijamin pesawat kemungkinan akan beragam, dengan kesepakatan yang mengandung pesawat Boeing MAX berpotensi mendapat tekanan. "Kami tidak berharap MAX akan memiliki efek material pada lessor pesawat yang diberi peringkat oleh Fitch," sebut lembaga pemeringkat itu.
Meskipun Fitch tidak mengambil tindakan pemeringkatan saat ini, mereka sedang memantau beberapa item utama dalam waktu dekat. Poin data utama akan menjadi temuan awal investigasi kecelakaan Ethiopia Airlines.
Jika ada korelasi antara penyebab dua tabrakan baru-baru ini, Fitch perkirakan situasinya memburuk, dan penundaan pengiriman pembelian pesawat akan terjadi.
Kesamaan antara kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines mungkin akan mengindikasikan adanya cacat desain yang perlu ditangani.
Fitch akan memantau terus, fokus pertama pada armada yang ada dan kemudian proses produksi. Fitch juga akan mengawasi efek pada sentimen publik terbang terhadap 737 MAX. Selain itu, akan dinilai kemampuan maskapai penerbangan untuk mendapatkan kapasitas pengganti untuk 737 MAX dan seberapa besar keterlambatan pengiriman akan memengaruhi bisnis perusahaan.
Jika situasi buruk berlanjut, Fitch berharap Boeing akan menyesuaikan atau menghilangkan pembelian kembali saham dan mengevaluasi kembali kenaikan yang direncanakan dari tingkat produksi.
Pesawat ini pertama kali dikirim pada pertengahan 2017 dan sudah ada 376 pesawat 737 MAX dikirim hingga Februari 2019.
MAX adalah produk utama bagi Boeing, dengan sekitar 90% dari 2019 pengiriman program diperkirakan berasal dari 737 MAX. Fitch memperkirakan pengiriman 2019 737 MAX sekitar 590 pesawat bernilai US$ 27 miliar - US$ 30 miliar.
Halaman Selanjutnya
Halaman