Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan tren penurunan ekspor selalu terjadi pada Februari. Hal ini dikarenakan jumlah hari yang lebih sedikit dibandingkan Januari.
"Dari bulan ke bulan, kalau dilihat 2017, 2018, maupun 2019 bulan Februari selalu alami penurunan. Bisa terjadi karena jumlah hari lebih pendek dibandingkan Januari," kata Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhariyanto merinci, struktur ekspor Indonesia masih didominasi sektor non migas dengan persentase 91%. Kemudian produk pertanian dengan nilai US$ 230 juta atau turun 17,40% secara bulanan (month to month/mtm) dan 0,76% yoy.
"Kalau dibandingkan Januari 2019 berarti turun 17,40% dibandingkan Februari 2018 turun 0,76%," tutur Suhariyanto.
Produk ekspor yang mengalami penurunan di antaranya kopi, cengkeh, buah-buahan tahunan, tembakau hingga biji kakao.
"Itu yang menyebabkan ekspor pertanian turun," kata Suhariyanto.
Kemudian untuk industri pengolahan turun 7,71% disebabkan oleh minyak kelapa sawit, kimia dasar organik, pakaian jadi hingga sepatu.
Selanjutnya, kinerja ekspor dari sektor pertambangan juga turun 18,76% mtm dan 20,80% yoy yang terjadi pada komoditas batu bara, biji tembaga hingga bijih besi.
Penurunan ekspor paling dalam terjadi pada bahan bakar mineral sebesar 14,5% dengan tujuan utamanya ke India, China dan Jepang.
"Kemudian lemak dan hewan nabati, hampir di berbagai negara alami penurunan, tujuan utamanya India, Malaysia, China. Lalu, bijih, kerak dan abu logam," tutur Suhariyanto. (ara/zlf)