Menurut Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir bantuan yang selama ini diberikan pemerintah dapat memudahkan dan menguntungkan petani.
"Pertama dari penyediaan air berupa bendungan-bendungan berjumlah 65 buah. Ada yang sudah selesai ada yang belum," ujar Winarno dalam acara Sarasehan KTNA di Wisma Yampi, Jakarta Selatan, dalam keterangan tertulis, Jumat (22/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Embung yang jumlahnya bisa mencapai 30 ribu di seluruh Indonesia ini dibuatkan untuk menghadapi Elnino. Jumlah ini bisa mengairi lahan Pertanian hingga 4 (empat) juta hektar (ha)," rincinya.
Sejak 2015 petani juga mendapatkan bantuan berupa subsidi benih untuk meningkatkan indeks pertanaman yang dibantu dengan mekanisasi pertanian dari yang kecil hingga yang besar, termasuk dryer (mesin pengering) bagi petani jagung. Jumlahnya pun mencapai puluhan ribu.
Winarno mengakui belum semua kelompok tani mendapatkan bantuan dalam bentuk alat mesin pertanian (Alsintan) ini. Tak dipungkiri bantuan ini efektif menekan biaya tenaga kerja.
"Termasuk juga mesin panen. Potensi kehilangan saat panen saat ini berhasil diturunkan menjadi 3-4% saja. Ke depannya kita targetkan 2-3%. Bahkan seperti di Jepang, 1-2% saja. Kita optimalkan dioperatornya nanti diberi pelatihan dan pembekalan lagi," jelasnya.
Ia membandingkan saat panen masih menggunakan cara tradisional menggunakan arit, kehilangan saat panen mencapai 10% karena kerontokan. Sementara setelah adanya bantuan mekanisasi masalah tersebut berkurang.
"Untuk menghadapi Elnino tahun ini, kita juga insyaallah lebih siap dengan bantuan perbaikan irigasi dan embung tadi. Harapannya Elnino di 2019 ini tdk terlalu berdampak pada pertanian. Demikian juga keterangan yang kami dapat dari BMKG," tambahnya.
Menurutnya risiko bertani kini juga relatif lebih kecil setelah adanya bantuan asuransi pertanian. Saat ini memang baru sebatas petani padi dan ternak. Meski menurut dia akan ada juga untuk petani jagung dan komoditas lainnya.
"Manakala petani menghadapi risiko pertanaman ini berguna untuk meminimalisir kerugian. Dengan membayar Rp 36 ribu saja, saat gagal panen hingga 70% mendapat penggantian Rp 36 juta," ungkapnya.
Ada pula permasalahan dulu selalu menghantui petani yakni panen di musim hujan. Hal ini mengakibatkan hasil tani tidak terjual bahkan busuk. Dalam hal stabilisasi harga Winarno berharap pada peran penting Bulog agar dapat menyerap hasil panen, untuk melindungi petani dari kerugian besar.
"Satu lagi, Kami juga merasa dilindungi dari serbuan produk impor. Kami apresiasi hal ini sebagai keberanian Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk membatasi impor hasil produk pertanian," jelasnya.
KTNA Mart
Sementara untuk membantu memasarkan hasil pertanian kelompoknya menyiapkan KTNA Mart. Ide ini bermula dari kegelisahan KTNA melihat kurang dipasarkannya olahan hasil pertanian Indonesia di pasar ritel. KTNA Mart diminta menjajakan minimal 30% produk pertanian lokal dan terus dinaikkan secara bertahap. KTNA pun menghadirkan sejumlah UMKM yang mengolah hasil produk pertanian.
Salah satunya Ibu Lasmi dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Jakarta Selatan, yang terkenal dengan kami gendong. Sayangnya ia merasa kesulitan meluaskan pasar jamu racikannya.
"Salah satu racikan saya uang mulai populer adalah Sanapis. Yaitu campuran sawi, nanas, dan jeruk nipis. Ini berkhasiat untuk melancarkan pencernaan, mencegah osteoporosis, menurunkan kadar kolesterol, dan bisa meredakan batuk. Tapi saya kesulitan masuk ke pasar ritel karena ada biaya-biaya yang memberatkan untuk UMKM," ujar Lasmi.
Ia berharap peningkatan produksi yang telah dicapai dengan segenap dukungan Pemerintah melalui Kementan, dapat disinergikan dengan membuatkan sebuah wadah untuk memasarkan produk-produk hasil olahan hasil pertanian. (prf/hns)