Kisah Perajin Batu Bacan yang Tak Booming Lagi

Kisah Perajin Batu Bacan yang Tak Booming Lagi

Mustiana Lestari - detikFinance
Sabtu, 23 Mar 2019 11:50 WIB
Foto: Agung Pambudhy/Detikcom
Halmahera Selatan - Dulu, sewaktu batu bacan mencapai puncak kejayaan masyarakat di daerah penghasil Bacan, tepatnya di Pulau Kasiruta, bisa mendapatkan penghasilan miliaran rupiah. Di saat itu ada satu pesan yang disampaikan oleh Sultan Bacan, Sultan Dede Muhammad Gary Ridwan Sjah, kepada masyarakat Kasiruta sewaktu berkunjung.

Diceritakan Perdana Menteri Kesultanan Bacan Jogogu Harmain Iskandar Alam (67), Sultan meminta agar rakyat mengalokasikan pendapatan tambang batu bacan kepada yang membutuhkan. Sebab saat kunjungan bersamanya, Sultan melihat desa tersebut tetap miskin meski penghasilan warganya sudah miliaran rupiah.

"Sultan memberikan pengarahan di rumah kepala desa katanya kalau kalian seperti ini dapat rezeki tidak perbaiki masjid, tidak zakat, tidak perbaiki desa, sewaktu-waktu akan hilang. 6 bulan kemudian betul-betul hilang dengan sendirinya. Dulu banyak sekali penjual bacan sekarang gak ada lagi paling tinggal 1-2 karena habis dan hilang dengan sendirinya," kata Jogogu Harmain Iskandar Alam di Rumah Kesultanan Bacan, Labuha, Pulau Bacan, Senin (4/3/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asleh (39) adalah salah satu pedagang dan pengolah batu bacan yang masih bertahan di Labuha, Bacan. Dia mengaku memang pasar kian lesu karena tidak banyak lagi pembeli seperti tahun-tahun sebelumnya.


"Kemarin itu karena euforia sehingga begitu booming setelah orang kenal bacan harga 1 mata cincin Rp 100 juta apalagi ikut kontes. Kualitas giwang Rp15 juta paling tinggi paling murah Rp 500 ribu tapi tergantung kualitas bacan," kata Asleh kepada detikFinance.

Namun sekarang, bacan dengan banderol harga tersebut sepi peminat. Ini membuat pendapatannya pun terus turun.

"Sekarang sebulan Rp 10 juta awalnya dulu seminggu sudah dapat bisa puluhan juta. Waktu rame-rame itu saya bisa beli rumah," ucap Asleh yang mantan pegawai negeri honorer ini.

Beruntung, Asleh mempunyai pelanggan tetap. Bahkan salah satunya merupakan pelanggan asal Taiwan yang tergolong rutin mempercayakan batu yang dia bawa untuk digosok dan dipotong hingga selesai.

"Ada batu kirim ke Taiwan dan Korea yang mereka kirim berbentuk bongkahan. Dari Taiwan kirim delegasi mereka ke Jakarta transaksi di Jakarta," cerita dia.

Asleh mengaku biasanya orang Taiwan juga ada yang membeli ratusan bongkahan dengan berat di atas 2 kg. "Lalu dia buat untuk patung dan gelang," tambah dia.


Selain, orang Taiwan yang rajin memesan ada pula pejabat dan tamu yang kerap singgah untuk membeli batu bacan sebagai buah tangan khas bacan. Oleh karena itu, agar mampu terus bertahan Asleh kerap mengikuti kompetisi agar batu bacan produksinya naik. Dia pun mengikuti berbagai pelatihan.

"Saya ikut pelatihan olah bahan sampah yang bisa jadi gagang cincin dari sisa gosok batu obi jadi punya nilai jual," lanjut Asleh.

Dia pun merasa bersyukur, mendapat tambahan modal dari BRI dengan mengikuti KUR.

"Saya ambil KUR 25 juta.untuk beli ikatan ada yang perak, titanium.Sangat membantu di saat kita keadaan lesu begini kita masih dapat bantuan sehingga kita masih dapat berjalan," jelas pemilik toko batu bacan Ridho Gems tersebut.

Terakhir diapun berharap BRI terus mendukung UMKM seperti dirinya agar bisa berkembang lagi. Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva. (idr/hns)

Hide Ads