17 Juta Ha Lahan di Sumatera dan Kalimantan Masih Bermasalah

17 Juta Ha Lahan di Sumatera dan Kalimantan Masih Bermasalah

Puti Aini Yasmin - detikFinance
Selasa, 26 Mar 2019 17:55 WIB
Ilustrasi/Foto: DW (News)
Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution hari ini menggelar rapat bersama Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Abidin. Dalam rapat tersebut, keduanya membahas lahan di Sumatera dan Kalimantan yang masih bermasalah.

Rapat tersebut berlangsung sejak pukul 14.00 WIB hingga 17.00 WIB. Menurut Hasanuddin ada seluas 17 juta ha lahan di Sumatera dan Kalimantan yang masih bermasalah terkait dengan izinnya. Angka tersebut berasal dari lahan di Kalimantan seluas 10.435.919 ha dan Sumatera 6.473.872 ha.

"Jadi ini masih tumpang-tindih. Di Kalimantan indikasi izinnya tumpang tindih 19,3% dan Sumatera 13,3%. Nah ini yang bermasalah perlu penyelesaian," ungkap dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (26/3/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Lebih lanjut, ia mengungkapkan masalah lahan ini terjadi karena beberapa ketidaksinkronan pemerintah pusat dan daerah. Ia memberi contoh, lahan yang sama memiliki dua izin seperti hak guna usaha (HGU) dan izin hutan produksi. Alhasil hal ini membuat aturan yang tumpang-tindih.

"Misalkan tadi contohnya, yang tadi satu wilayah daerah HGU-nya tahun 1994. Tapi, tiba-tiba keluar SK menteri kehutanan bahwa itu hutan produksi. Ada juga mungkin izin yang satu keluar dari pusat, yang satu keluar dari daerah jadi tumpang tindih," papar dia.

Maka dari itu, saat ini pihaknya dengan kebijakan one map policy atau kebijakan satu peta akan melakukan sinkoronisasi masalah lahan tersebut. Hanya saja, ia tak bisa mengungkapkan hal tersebut memerlukan waktu.

"Ya pokoknya masalah sinkronisasi bukan hal yg mudah. Itu ada aspek hukum, ekonomi, sosial, lingkungan. Menyelesaikan itu perlu waktu," tutup dia.

Sebagai informasi, kebijakan one map policy dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengatasi masalah pemanfaatan lahan di Indonesia. Sebab, selama ini kebijakan antar kementerian dan lembaga (K/L) berbeda-beda.

(eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads