Sudah 2 tahun dia begitu. Tujuannya cuma satu memberikan bantuan sosial bagi masyarakat yang tak tersentuh, seperti di Kecamatan Gane Barat dan Gane Timur. Bersama perwakilan Kemensos, Dedi memberikan bantuan senilai Rp 600 ribu per triwulan kepada warga di sana. Bantuan tersebut tidak tunai melainkan berupa uang dalam rekening yang bisa dicairkan.
"Satu kali program dua kali ke sana. Pertama survei data dari Kemensos. Semua data sudah ada turun ke lapangan tinggal verifikasi kalau valid kita berikan penyerahan. Dua kali datang. Dikumpulkan data lalu dibawa ke sana lagi, " jelas Dedi kepada detikFinance, Sabtu (10/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu kali ke sana pun dia bisa sampai menempuh 2 minggu. Biasanya karena terlalu lama di perjalanan.
"Transportasi susah dijelaskan. Badan jalan nggak ada makanya lewat pesisir itu pun kalau cuaca bagus. Kalaung gak lewat laut itupun harus cuaca bagus. Kalau cuaca nggak bagus ya ngepos dulu baru berangkat lagi," tambah dia yang telah membagikan bansos kepada lebih dari 1.000 orang.
Bahkan dia pernah hampir meregang nyawa demi pekerjaan ini. Kala itu perahunya dihantam badai hingga menyebabkan dirinya terombang-ambing. Pasrah adalah hal terakhir yang bisa dia lakukan.
"Gelombang tinggi 3 meter kita akhirnya mainin ombak untung BBM cukup. Saya sudah pasrah apapun yang terjadi makanya saya taruh rekaman di kantong baju jadi kalau mati jasad saya hilang ada rekamannya," kisahnya.
Sudah bertaruh nyawa, Dedi pun pernah ditolak warga. Alasannya warga menganggap bantuan yang diberikan Dedi kurang mengingat biaya transportasi untuk untuk pencairan saja sudah begitu mahal.
"Saya sempat ditolak di Desa Pugo Gane Timur Selatan. Saya ditolak gara-gara kasih bantu Rp 500 ribu dibilang kamu mau bunuh saya karena ojek sudah Rp 300 ribu, mobil Rp 100 ribu makanya mau cairkan malah nombok," ucap Dedi menirukan protes warga.
Untuk itu, Dedi menyarankan agar warga membentuk kelompok sehingga pencairan bisa dilakukan sekaligus. Kemalangan berturut-turut seperti ini tidak membuat Dedi patah arang. Dia tetap pada pekerjaannya sebagai utusan BRI untuk memberikan bantuan sosial.
"Memang awalnya sempat down kita kerja kayak gini taruhannya nyawa tapi setelah dipikir lagi itu nilainya ibadah. Gaji Alhamdulillah cukup yang pentng kita dapat keluarga baru di desa-desa," ucap dia senang.
Ya, Dedi merasa bersyukur karena lama kelamaan warga benar-benar terbuka dan dekat dengannya. Sampai membuat Dedi terharu sendiri.
"Banyak yang nawarin anaknya dan sodara itu untuk jadi istri. Saya sering suka diajak selfie pernah baju saya kancingnya habis karena ibu-ibu main tarik-tarikan untuk selfie. Itu mengesankan," katanya bahagia.
Oleh karena itu, tak ada alasan lagi untuk tidak meneruskan pekerjaan ini. Kendati demikian, dia berharap bantuan semakin merata hingga semua warga sejahtera. (ega/hns)