Mewaspadai Ancaman di Balik Geliat Industri Digital di RI

Mewaspadai Ancaman di Balik Geliat Industri Digital di RI

Vadhia Lidyana - detikFinance
Minggu, 14 Apr 2019 10:01 WIB
Foto: Pawel Kopczynski/REUTERS
Jakarta - Industri digital di Indonesia terus menggeliat seiring dengan perkembanan internet. Kemudahan akses internet yang bisa dilakukan lewat telpon genggam pun memunculkan peluang-peluang baru di duia industri atau yang dikenal dengan istilah industri digital.

Bergam profesi dari mulai youtuber hingga pengembang aplikasi berbasis internet pun bermunculan.

Pelaku usaha di sektor digital yang lebih dikenal dengan sebutan start up pun terus bermunculan setiap tahunnya. Bahkan beberapa di antaranya telah berkembang dengan nilai usaha lebih dari US$ 1 miliar sehingga dijuluki unicorn.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, di tengah geliat industri tentu ada ancaman di baliknya yang perlu diwaspadai. Tren serangan siber yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini juga berpotensi mengancam Indonesia. Perlu kerja sama semua pihak guna menangkal berbagai serangan sekaligus menekan risiko yang ditimbulkan.

"Pihak yang tidak bertanggungjawab akan memanfaatkan celah keamanan sekecil apapun. Perkembangan kejahatan siber meningkat baik secara kuantitas dan kualitas," kata Direktur Ekskutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, Minggu (14/4/2019).


Heru menjelaskan berbagai kejadian di dunia sudah menunjukkan fakta ini. Sebut saja kebocoran 87 juta data Facebook yang terjadi tahun 2018. Belakangan sebuah perusahaan keamanan siber UpGuard bahkan menemukan jumlah data yang bocor lebih besar lagi. Padahal, Facebook yang menjadi salah satu jejaring sosial terbesar di dunia memiliki sistem keamanan yang sangat ketat.

Demikian pula dengan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Sistem badan ini juga memiliki celah keamanan yang mampu dimanfaatkan oleh para peretas. Menurut Heru, Indonesia juga pernah mendapatkan serangan malware dari seluruh dunia.

"Itu adalah beberapa bukti tidak ada sistem yang 100 persen aman," ungkapnya.

Serangan siber saat ini banyak menyasar sektor keuangan, perdagangan, sumberdaya manusia, hingga teknologi finansial. Sektor-sektor ini memiliki dampak psikologis besar bagi masyarakat.

Meski sebagian besar tidak membawa kerugian langsung secara finansial, namun situasi ini mampu memunculkan kekhawatiran masyarakat. Inilah kenapa gangguan keamanan siber kepada sektor-sektor itu menjadi kepentingan nasional yang patut dibela.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain penguatan kapasitas keamanan siber. Penguatan dilakukan untuk mengimbangi level pengembangan digital yang saat ini semakin cepat.

"Indonesia harus sadar mengenai bahaya kejahatan siber," tegas Heru.


Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza menambahkan jumlah pengguna internet di Tanah Air terus meningkat. Data terakhir APJII menunjukkan, jumlah pengguna internet mencapai lebih dari 143 juta jiwa atau setara 54,68 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Peningkatan penetrasi internet di Indonesia memunculkan risiko berupa upaya pencurian data.

"Tinggal bagaimana antisipasinya agar tidak terjadi pencurian data. Harus dilihat juga pencurian data dapat dilakukan dari internal atau eksternal," kata Jamalul. (dna/dna)

Hide Ads