Holding BUMN adalah pengelompokan sejumlah BUMN yang bergerak dalam sektor yang sama. Sejatinya, konsep ini dicetuskan pertama kali pada tahun 1998, yaitu era Menteri BUMN pertama Tanri Abeng.
Tujuan holding BUMN yaitu untuk memperkuat BUMN itu sendiri baik dari sisi keuangan, aset dan prospek bisnis. Nantinya, ketika sudah disatukan dengan sektor yang sama, perusahaan-perusahaan pelat merah akan memiliki induk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengetahui lebih lanjut, simak fakta-fakta tentang holding BUMN berikut.
Wacana Indonesia Delapan Holding BUMN
Foto: Grandyos Zafna
|
Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan delapan holding BUMN tersebut yaitu infrastruktur, perumahan, asuransi, pertahanan, farmasi, pelabuhan, semen, dan BUMN sektor kawasan. Hal tersebut disampaikannya di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Ini Holding BUMN yang Telah Rampung
Foto: Grandyos Zafna
|
Holding infrastruktur terdiri atas tiga perusahaan pelat merah, yaitu Waskita Karya, Adhi Karya, dan PT Jasa Marga Tbk yang diinduki oleh PT Hutama Karya (Persero). Lalu, holding perumahan terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT PP Tbk, PT Amarta Karya, PT Bina Karya, dan PT Indah Karya yang diinduki Perum Perumnas.
Di luar delapan wacana tersebut terdapat holding BUMN yang sudah rampung. Di antaranya adalah holding pupuk yang diinduki oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) dan membawahi sekitar 10 anak perusahaan. Lalu, holding pertambangan yang diinduki oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Terakhir, holding minyak dan gas (migas) yang diinduki oleh PT Pertamina (Persero).
Keuntungan dan Kerugian Holding BUMN
Foto: Grandyos Zafna
|
Berbeda dengan kata-kata di atas, BUMN dinilai dapat memperlambat dalam memutuskan sesuatu. Karena, BUMN yang dikelola oleh pemerintah harus menjalani birokrasi. Selain itu, segala keputusan yang diambil suatu holding akan berdampak kepada negara. Jika mengambil keputusan bisnis yang salah dan perusahaan merugi maka berpotensi dikategorikan dalam kerugian negara.
Halaman 4 dari 4