Pemerintahan Era Orde Baru juga pernah punya niat yang sama. Jika super holding jadi berdiri, lantas bagaimana dengan Kementerian BUMN?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuknya. Berikut rangkuman beritanya di detikFinance:
Kementerian BUMN akan Hilang
Foto: Grandyos Zafna
|
"Iya nantinya menjadi kaya Temasek (super holding Singapura, kaya Khazanah (Malaysia)," terangnya di Gedung BEI, Jakarta, Senin (15/4/2019).
Super holding itu kewenangannya akan seperti Kementerian BUMN. Oleh karena itu dengan adanya super holding, maka Kementerian BUMN akan hilang.
"Ya kementerian BUMN akan hilang. Jadinya nanti ada super holding," tambahnya.
Meski begitu, Rini menekankan, adanya super holding tidak membuat kontrol pemerintah terhadap BUMN hilang. Bahkan super holding akan bertanggung jawab langsung terhadap Presiden sama dengan kementerian lainnya.
"Sama saja, Khazanah juga langsung ke PM. Temasek juga langsung ke PM. Jadi nanti kalau super holding juga langsung ke Presiden, sama. Cuma bentuknya itu bukan bentuk seperti birokrasi, bentuknya bukan kementerian," terangnya.
Dengan adanya super holding, Jokowi berharap BUMN dikelola secara profesional. Sebab dengan adanya super holding para BUMN akan diawasi oleh orang-orang profesional bukan birokrat.
"Peran pemerintah tidak hilang dong, pemegang sahamnya pemerintah kok," tutupnya.
Butuh Berapa Lama Bentuk Super Holding BUMN?
Foto: Grandyos Zafna
|
Paling tidak, katanya, super holding bisa terbentuk di tahun keempat dari sekarang.
"Saya optimis tahun keempat dari posisi sekarang mestinya keinginan pemerintah sudah bisa jalan," katanya kepada detikFinance, Senin (15/4/2019).
Dia menerangkan, dalam pembentukan super holding sendiri ada sejumlah tahapan yang mesti dilalui. Sebutnya, pemerintah mesti segera merampungkan holding sektoral. Saat ini pemerintah memiliki beberapa holding sektoral antara lain semen, pupuk, tambang, dan migas.
"Kalau ada sisanya 5 lagi, kalau kajiannya dibuat cukup baik, bisa diholdingkan 1-2 tahun lagi holding itu bisa terbentuk. Katakan 1-2 tahun, kelengkapan bisa selesaikan sampai sektoral holding selesai misal 10 sektoral holding," tambahnya.
Tahap selanjutnya ialah sinkronisasi holding sektoral. Melalui sinkronisasi ini, nantinya masing-masing induk sektoral tidak lagi bekerja sebagai operator namun sebagai strategic holding. Level operasi diserahkan ke anak usaha.
Menurutnya, itu membutuhkan waktu 2 hingga 3 tahun.
"Kemudian perlu standarisasi holding itu, semuanya langsung masuk level pengelola non operating holding. Kalau sekarang campur-campur. Pupuk (Indonesia) sama Semen (Indonesia) non operating, tapi PTPN operating. Nanti ada level sama yang sifatnya non-operating. Katakan masa transisi bisa kita selesaikan dalam waktu 2-3 tahun ke depan," ujarnya.
Setelah itu, barulah dibentuk super holding yang menaungi seluruh perusahaan pelat merah ini. Toto menekankan, dalam super holding ini sebaiknya mesti dipilah-pilah mana saja BUMN yang masuk.
"Cuma jadi mesti dipilah mana yang masuk apakah profit oriented sehingga tidak terganggu dengan pekerjaan yang sifatnya PSO, dan juga ukuran penilaiannya lebih jelas. Menurut saya yang PSO dikembalikan kementerian teknis," terangnya.
Memang, lanjutnya, pengawasan menjadi kekhawatiran dalam pembentukan super holding. Meski demikian, dia berpendapat itu tidak perlu dikhawatirkan karena negara masih memiliki kontrol melalui saham dwi warna.
"Kan ada saham merah putih, kan itu kan selembar pemerintah bisa mem-veto keputusan anak BUMN yang dianggap melanggar atau bertentangan kepentingan negara. Jadi nggak seluruhnya pemerintah nggak kuasa, nggak juga. Itu mekanisme kontrolnya," tambahnya.
Dia juga mengatakan, Khazanah di Malaysia kontrolnya langsung di bawah Perdana Menteri. Kemudian, pengawasan di anak usaha diberikan kepada pengawas yang berada di struktur masing-masing perusahaan.
"Kalau dari segi governance kontrolnya yang menjadi chairman Khazanah otomatis Perdana Menteri. Kalau Indonesia pakai model dua level dewan komisaris dan direksi," ungkapnya.
Sudah Direncanakan Sejak Orde Baru
Foto: Grandyos Zafna
|
Dalam sebuah wawancara khusus dengan detikFinance di Tanri Abeng University Jakarta, September 2014 silam, Menteri BUMN Pertama Tanri Abeng memberi penjelasan terkait penyatuan perusahaan pelat merah. Saat itu, ia belum menyebut istilah super holding.
Tanri Abeng sendiri menjabat sebagai Menteri BUMN mulai 16 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998 di Kabinet Pembangunan VII. Saat itu, kementeriannya bernama Kementerian Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara.
Tanri bercerita, adanya kata 'Pendayagunaan' dalam kementerian ialah dengan maksud agar BUMM bisa didayagunakan. Sehingga, kinerjanya meningkat dan mampu membayar utang negara. Selanjutnya, BUMN bisa berkontribusi pada pembangunan.
"Menteri Pendayagunaan BUMN merangkap Kepala Badan Pembina BUMN yang punya executive power. Menteri Negara tidak punya," katanya Tanri kala itu.
Tanri bilang, saat itu dia membuat cetak biru (blue print) BUMN. Dia mengatakan, 10 tahun sejak ia menjabat yakni tahun 2000-2010 kementerian tetap dipertahankan. Lalu, pada tahun 2010 tidak ada lagi kementerian negara. Jadi, hanya tersisa Badan yang pada konteks kekinian disebut dengan istilah super holding BUMN.
Super holding BUMN inilah nantinya yang akan berperan mengelola seluruh BUMN yang ada di Indonesia lepas dari kepentingan politik.
"Kenapa? Supaya tidak lagi berbau politik. Tapi kan nggak pernah diubah kan? Yang diubah malah menterinya, ganti 7 kali," ujarnya.
Dia melanjutkan, 5 tahun kemudian setelah 2010 atau 2015 tidak ada lagi Badan. Yang ada, ujarnya, holding company.
"Kemudian, dalam blue print saya itu tahun 2010 tidak ada lagi menteri yang ada kepala badan. Lima tahun kemudian yaitu 2015, artinya tahun depan kalau blue print saya dijalankan, itu tidak ada lagi badan tetapi murni holding company. Seperti usul saya 15 tahun yang lalu ke Pak Harto," ungkap Tanri.
Sayang, rencana Tanri bersama Presiden Soeharto itu tidak berjalan. Dalam wawancara tersebut, Tanri mengungkapkan kekecewaannya akibat tak jalannya proses pembetukan holding BUMN itu.
"Jadi, satu-satunya merger yang berhasil merger itu adalah Bank Mandiri. Masih saya juga yang melakukan," ujarnya.
Akibat program pembentukan holding itu tak jalan, BUMN Indonesia jadi tertinggal perkembangannya dibanding BUMN negara lain seperti milik Malaysia dan Singapura.
"Setelah saya, tidak ada. Makanya itu yang saya kecewa. Yang saya anggap tidak optimal. Saya katakan saya kecewa. BUMN kita itu masa utuhnya hanya separuh dari satu perusahaan Malaysia. Petronas itu US$ 20 miliar, kita di bawah US$ 10 miliar. Malu kita," tutupnya.
Halaman 2 dari 4