Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menjelaskan utang yang diambil pemerintah telah diputuskan secara matang, baik untuk pembayaran maupun risikonya.
"Uang sudah direncanakan sesuai kebutuhannya dalam APBN. Sehingga setiap pembiayaan melalui utang sudah diperhitungkan kemampuan bayarnya, jumlahnya dan juga sisi risikonya," kata dia kepada detikFinance, Jumat (17/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Rizal Ramli Sebut Menkeu Ratu Utang |
Pria yang akrab disapa Frans ini juga menjelaskan, saat ini tingkat rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih tergolong rendah, yakni di bawah 30%, sebab batas yang telah ditetapkan pemerintah, yakni 60% terhadap PDB.
Alhasil utang saat ini masih dianggap aman, Sehingga menurut Frans tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Sejauh ini, masih dalam kondisi aman. Utang sudah diatur dalam UU, di mana batas maksimal yang diperbolehkan dalam UU adalah 60% dari PDB. Sampai saat ini, utang Indonesia masih di seputaran 30% dari GDP. Jadi masih sangat jauh dari batas yang diperbolehkan," tutup dia.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi dari Indef Enny Sri Hartarti mejelaskan tingkat uang yang berbahaya dinilai dari tak seimbangnya produktivitas. Hal ini lah yang nantinya bisa membuat utang meningkat tanpa adanya timbal balik.
Harus produktif
Ekonom INDEF Enny Sri Hartati mengatakan utang dapat dikendalikan dengan mengalokasikan utang untuk kegiatan yang produktif. Ia mencontohkan dengan memberikan fasilitas pada Unit Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM).
"Jadi kalau tanya utang, dialokasikan untuk belanja produktif misalnya di sektor rill, seperti UMKM," terang Enny kepada detikFinance.
Dengan meningkatkan produktivitas dari utang maka bisa mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, maka utang yang meningkat dapat segera dibayarkan agar tak menjadi beban.
"Yang harus dikendalikan itu, satu percepatan pertumbuhan ekonomi, manajemen fiskal," jelas dia.
Senada Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Samual mengatakan utang dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan pembangunan infrastruktur.
Dengan dibangunnya infrastruktur maka akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi dari sebuah usaha. Kemudian juga turut mendorong investasi masuk.
"Yang penting ketersediaan infrastruktur dibarengi reformasi struktur sehingga investasi meningkat," tutup dia. (hns/hns)