Menanggapi hal tersebut peneliti CSIS Fajar B Hirawan menjelaskan tidak serta merta fenomena laku kerasnya barang mahal sebagai pendorong perekonomian di sebuah negara.
"Karena orang-orang yang memiliki perilaku irasional dalam ekonomi proporsinya sangat kecil. Mungkin tidak sampai 5% saja, karena sangat kecil proporsinya maka tidak terlalu signifikan mempengaruhi daya beli masyarakat umum," kata Fajar saat dihubungi detikFinance, Kamis (30/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semoga ini tetap terus terjaga, meskipun ada fenomena musiman, seperti menjelang hari-hari besar keagamaan," jelas dia.
Kemudian Ekonom CORE, Piter Abdullah menjelaskan saat ini kondisi ekonomi Indonesia memang tidak terlalu buruk. Hal ini tercermin dari indikator-indikator makro yang masih cukup baik mulai dari pertumbuhan ekonomi, pengangguran, inflasi hingga ke kondisi fiskal.
Dia menyebut semua relatif baik kecuali neraca perdagangan dan kondisi current account yang defisit sehingga menyebabkan rupiah melemah.
Piter menjelaskan, fenomena mukena Syahrini yang mahal namun tetap laku keras bukanlah ukuran daya beli yang membaik.
"Melonjaknya pembelian masyakat menjelang lebaran adalah fenomena musiman, masyarakat mengeluarkan hampir semua daya belinya. Apalagi ditambah dengan tabungan atau THR untuk merayakan hari besar bersama keluarga," jelas dia.
Menurut Piter, setiap tahunnya Indonesia mengalami hal seperti ini. Bahkan ketika ada krisis menjelang lebaran tetap ada lonjakan belanja masyarakat. Karena itu saat ini juga terjadi di tengah kondisi perekonomian yang baik-baik saja. (kil/dna)