Sekretaris Perusahaan BNI Syariah Rima Dwi Permatasari menerangkan bahwa BNI Syariah tidak berstatus BUMN walaupun induk usaha adalah BUMN. Sehingga tata cara pengangkatan pejabatnya tak mengikuti tatacara yang diatur dalam undang-undang BUMN.
"BNI Syariah tidak tergolong sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengingat saham BNI Syariah tidak dimiliki oleh negara secara langsung," kata dia kepada detikFinance, Jakarta, Rabu (12/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Modal negara itu melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.
Hal itu juga berlaku bagi Bank Syariah Mandiri yaitu bukan BUMN. Seperti dijelaskan oleh Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto.
"Kalau PT BNI Syariah atau PT Bank Mandiri Syariah secara hukum statusnya bukan BUMN, meskipun anak perusahaan BNI dan Bank Mandiri. Status suatu perusahaan disebut BUMN kalau ada saham/penyertaan langsung dari negara ke perusahaan/BUMN tersebut," jelasnya.
Pernyataan dia juga berlandaskan dari Undang-undang No 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
"Itu juga yang terjadi dengan status PTBA, ANTM, PT Timah sebagai anak BUMN. Statusnya dilihat dari UU ini bukan lagi sebagai BUMN. Status BUMN ada pada Inalum sebagai induknya di mana kepemilikan pemerintah hampir 100%," tambahnya.
Sementara itu menurut UU Perbankan Syariah, dewan Pengawas Syariah seperti yang dijabat Ma'ruf Amin tidak masuk kategori karyawan atau pejabat perbankan melainkan suatu entitas tersendiri yang cara pengangkatan dan tugasnya khusus yakni sebagai pengawas agar kegiatan perbankan sesuai dengan prinsip syariah. Demikian tertuang dalam UU Perbankan Syariah yang pada pasal 32 ayat (2).
Perihal tata cara pengangkatan dewan Syariah tersebut, BNI Syariah tunduk pada UU Perbankan Syariah yang pada pasal 32 ayat (2) dinyatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas Rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.