Soal Revisi UU Ketenagakerjaan, Menaker Perlu Perhatikan Hal Ini

Soal Revisi UU Ketenagakerjaan, Menaker Perlu Perhatikan Hal Ini

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 01 Jul 2019 21:00 WIB
Ilustrasi tenaga kerja/Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lantas, materi-materi apa saja yang perlu dikaji ulang dalam UU tersebut?

Menurut Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Djoko Heriyono, revisi UU Ketenagakerjaan sebenarnya tidak mendesak, tapi jika mau direvisi ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang.

Pertama, ketika seorang pekerja melakukan pelanggaran, perusahaan seringkali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa adanya peringatan terlebih dahulu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Umpamanya pengusaha dilarang memPHK sepihak, tanpa ada putusan pengadilan. Kan PHK harus izin, maka kalau tidak ada itu namanya batal demi hukum. Seharusnya kewajiban pekerja, haknya pekerja itu tetap dilaksanakan, dipenuhi. Ketika pengusaha arogan 'nggak mau pokoknya kamu saya PHK', nah batal demi hukum ini milik siapa? Kekuatannya dimana?," jelas Djoko kepada detikFinance di Jakarta, Senin (1/7/2019).


Kedua, pembinaan yang seharusnya diberikan perusahaan kepada pekerja sebelum, selama, dan sesudah masa kerja belum berjalan sempurna. Bahkan, pembinaan setelah masa pensiun juga belum berjalan.

"Janji bahwa UU ketenagakerjaan itu akan memberikan pembinaan sebelum, selama, dan sesudah. Nah bagaimana kemudian menagih janji UU itu. Bahwa sebelum, semua pekerja berhak mendapat vokasi keterampilan, pada siapa? Selama ini kan yang menyiapkan Disnaker, Depnaker, pelatihan BLK (Balai Latihan Kerja, tapi itu terbatas," kata Djoko

"Nanti kalau sudah selesai misal umur 60 tahun, kan tentunya masih ingin bekerja tapi yang sesuai dengan kondisinya. Itu pemerintah harus menyiapkan, pelatihan, segala macam. Tapi kalau Pak Menteri bilang, ada di BLK, tapi nanti kalau lihat BLK cuma begini," sambungnya.


Djoko menambahkan, jika revisi UU Ketenagakerjaan mulai diproses maka serikat pekerja diharapkan bisa ikut terlibat.

"UU itu kan nggak kayak kitab suci agama, mau direvisi itu boleh, silakan. Makanya dari serikat pekerja juga harus menganalisa, dilihat yang mau direvisi itu apa," tandasnya.

Merugikan buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, revisi UU nomor 13 tahun 2003 yang diajukan Apindo dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri) justru merugikan buruh.

"Pertama, UU nomor 13 ini sudah beberapa kali mau direvisi. Dan mayoritas serikat buruh, ini menolak untuk diadakan revisi UU nomor 13 tahun 2013 tersebut. Sudah beberapa kali, bisa dicek record-nya, beberapa menteri ingin merevisi, tapi selalu ditolak oleh mayoritas serikat buruh. Apa alasannya? Pertama isi revisi yang diajukan oleh pemerintah itu merugikan kesejahteraan dan kepentingan serikat buruh," jelas Said kepada detikFinance, Senin (1/7/2019).

Said mengatakan, salah satu poin yang diajukan untuk revisi yakni nilai pesangon. Nilai pesangon tersebut diajukan untuk dilakukan pengurangan.

"Misal mengurangi nilai pesangon, itu yang paling ditolak oleh serikat buruh. Jadi revisi yang dilakukan pemerintah dan Apindo ingin mengurangi nilai pesangon," kata Said.

Kemudian, pembebasan tenaga kerja outsourcing. Sebelumnya, penggunaan tenaga kerja outsourcing dibatasi hanya 5 jenis pekerjaan.

"Atau contoh yang lain adalah diusulkan penggunaan tenaga kerja outsourcing dibebaskan, tanpa pembatasan. Kan sekarang dibatasi, yang boleh menggunakan tenaga kerja outsourcing hanya 5 jenis pekerjaan, yaitu driver, security, cleaning service, catering, dan jasa penunjang tenaga pertambangan dan perminyakan," jelas Said.

Selanjutnya adalah poin terkait kenaikan upah minimum setiap tahun dibatasi menjadi dua tahun sekali, dan juga hak mogok dibatasi.

"Isi revisi yang ditolak dengan keras adalah penetapan upah minimum dua tahun sekali. Kalau sekarang kan setiap tahun kenaikan upah minimum. Nanti diusulkan dua tahun sekali. Ada juga kemudian yang merugikan serikat buruh adalah hak mogok akan dibatasi dengan ketat," papar Said.


(hns/hns)

Hide Ads