Teknologi tersebut bernama Traffic Separation Scheme (TSS). TSS merupakan suatu skema pemisahan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal dalam suatu alur pelayaran yang ramai dan sempit serta banyaknya hambatan bernavigasi, misalnya alur pelayaran saat memasuki pelabuhan atau selat.
"Menyangkut masalah bagaimana kita mengontrol kapal-kapal yang lewat di kita, kapal selam nuklir, gitu-gitu lah. Kita sekarang sebagai negara maritim ingin betul-betul kita juga mengontrol secara internasional mengenai kapal asing yang wara-wiri di sini," kata Luhut di Jakarta, Senin (1/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TSS yang diadaptasi dari IMO (International Maritime Organization) digunakan untuk meningkatkan keamanan laju kapal yang melintas terutama di Selat Sunda dan Selat Lombok. Pasalnya, dua selat tersebut memiliki traffic yang cukup tinggi dengan adanya kapal penumpang maupun kapal barang.
"Ini dilakukan untuk keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim. Karena kalau tidak kita atur itu control warning kepada kapal. Dari 53.000 atau 40.000-an itu crossing. Dan apabila kita tidak melakukan itu bisa risiko kecelakaan," ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Agus Purnomo.
Kemudian, dengan digunakannya TSS ini juga menjadi nilai penting untuk meningkatkan pendapatan negara. Karena, dengan keamanan yang diberikan TSS untuk melintas di Indonesia, dapat meningkatkan minat kapal asing untuk berlabuh di pelabuhan Indonesia.
"Itu adalah pendapatan yang intangible untuk kita. Artinya, kita adalah services untuk dunia internasional bahwa kapal-kapal yang lewat di Selat Sunda, Selat Lombok itu dijamin aman, karena kita atur traffic-nya. Kan kita banyak kapal penyebrangan juga kan, kapal rakyat, kita atur semua. Jadi mereka lewat dengan aman, tidak terkena musibah," papar Agus.
"Itu namanya, mungkin sekarang belum berupa rupiah tapi sekarang berupa fasilitas dunia. Saya rasa ke depan bisa cari peluang di services yang lain. Kapal kan mulai masuk pelabuhan lewat situ," tambah Agus.
Untuk penerapan TSS ditargetkan pada 2020. Inisiasi ini pun sudah diajukan Kemenhub dan TNI AL sejak dua tahun lalu.
"Rencanya diterapkan tahun 2020, Juli, satu tahun setelah diterima IMO. Ini sudah kita inisiasi sejak dua tahun lalu," ungkap Basar Antonius Direktur Kenavigasian Kemenhub.
(dna/dna)