Ditjen Perhubungan Darat menyiapkan skema baru bertajuk buy the service untuk mengoperasikan bus-bus metro tersebut. Kali ini swasta yang akan ditunjuk menjadi operator menggantikan pemda/pemkot.
Seperti apa skema baru ini? Lalu bagaimana dengan wacana penggunaan O-Bahn yang baru-baru ini digaungkan sebagai moda baru pemecah kemacetan di perkotaan? Berikut informasi selengkapnya:
Skema Baru
Foto: Pradita Utama
|
"Buy the service ini skema baru kita meningkatkan pelayanan pada masyarakat dari sektor transportasi umum. Anggaran dari pusat, bus nya nanti operator yang beli atau menyiapkan. Kita beli layanan saja, jadi kita tinggal bayar berapa kali pelayanan dalam sehari. Jadi operator bukan dari pemda tapi swasta," kata Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
Menurut Budi, skema ini dijalankan karena pelaksanaan pelayanan bus metro di daerah kerap kali tak optimal. Pelayanan yang tak optimal tersebut membuat orang sulit berpindah menggunakan transportasi umum.
Dengan menyerahkan pelayanan kepada swasta, diharapkan pelayanan bus metro di daerah bisa lebih optimal.
"Tidak semua pemda atau pemkot yang menjalankan BRT itu berjalan mulus. Akhirnya muncullah skema buy the service," kata Budi.
Penyediaan bus metro dengan skema buy the service sendiri direncanakan mulai dilaksanakan pada tahun 2020 mendatang dengan jumlah anggaran Rp 200 miliar. Pemkot atau Pemda nantinya akan menjadi fasilitator demi memuluskan rencana ini.
Ada enam kota yang dipilih untuk diterapkan layanan bus dengan skema buy the service, yakni Medan, Palembang, Solo, Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Namun untuk uji coba pada 2020, kota Medan, Solo dan Palembang akan menjadi yang pertama dalam menerapkan skema ini.
"Lelang mulai bisa jalan November (2019) agar Januari (2020) jalan," kata Budi.
Pengamat Transportasi Djoko Setyowarno mengatakan saat ini memang ada daerah-daerah yang sudah menyelenggarakan angkutan umum bus metro tapi tak berjalan optimal. Misalnya Semarang (8 koridor) dan Pekanbaru (12 koridor).
Daerah tersebut saat ini belum bisa memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Tidak adanya kebijakan pembatasan kendaraan pribadi disebut menjadi salah satu imbangannya.
Menurutnya demi mewujudkan ide ini, masih harus diperhatikan masalah kelembagaan, operator, sistem kontrak, jenis bus, rencana operasi, perawatan bus, sistem tiket, halte, anggaran hingga pengawasan.
Nasib O-Bahn
Foto: Rengga Sancaya
|
Moda transportasi O-Bahn sendiri dirasa tak cocok diterapkan di Jakarta. Oleh karena itu, moda transportasi yang disebut-sebut bakal menjadi solusi baru pemecah macet di perkotaan ini kemungkinan tak bakal digunakan di ibu kota.
"O-Bahn ini kita baru diskusi dengan menteri dan para pakar transportasi, memang cocoknya nggak di Jakarta. Di luar-luar yang mungkin mempunyai ketinggian tidak terlalu tinggi kayak Bandung, Semarang itu nggak cocok," kata Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi.
Jakarta sendiri akan tetap mengandalkan transportasi berbasis rel seperti MRT dan LRT sebagai tulang punggung. Sementara rapid bus seperti TransJakarta dan commuter line menjadi penyangganya.
Penggunaan O-Bahn menurutnya cocok di daerah yang topografinya datar seperti Medan, Makassar dan Yogyakarta. Namun dia mengaku penggunaan O-Bahn masih dalam wacana yang akan dikaji lebih lanjut.
"Kita masih kajian. Tadi diskusi lagi, ini nampaknya lebih ke BRT. Tapi karena suatu saat dia ada di jalan umum, suatu saat di jalan elevated, kalau nggak menggunakan ban, dia menggunakan rel. Dan pengemudi hanya mengatur kecepatan saja," ujar Budi.
Budi bilang pihaknya akan melakukan studi banding ke Australia yang juga telah menerapkan O-Bahn sebagai moda penunjang mobilitas di daerah-daerah perkotaannya. Namun dia tak menampik produksi O-Bahn nya sendiri bakal dilakukan di dalam negeri.
"Kalau rancang bangun bisnya sama kayak bis biasa. Hanya mungkin teknologi di ban nya saja. Jalannya sebagian besar di jalan biasa, sebagian elevated. Kalau di pinggiran kota mungkin dia bisa gabung sama yang lain. Tapi begitu masuk kota mungkin elevated," katanya.
"Kemarin saya ngobrol sama orang INKA bisa (produksi O-Bahn). Tinggal di teknologi bannya saja," tambahnya.
Halaman 2 dari 3
Simak Video "Video: Jakarta Macet Lagi!"
[Gambas:Video 20detik]