Melalui aturan itu, Bea Cukai menyederhanakan prosedur impor dan ekspor sementara kendaraan bermotor hanya dengan penggunaan single document berupa Vehicle Declaration (VhD). Sebelumnya kendaraan yang melintas diperlukan beberapa dokumen.
"Prinsipnya kalau dulu layanan dan pengawasan pergerakan mobil dilakukan secara manual, dan karena manual maka layanannya tidak secepat yang diharapkan. Kedua dari sisi kontrol juga ada kelemahan," kata Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya menyederhanakan prosedur, melalui aturan ini juga dilakukan modernisasi berupa otomasi pelayanan impor dan ekspor sementara kendaraan bermotor dengan implementasi melalui SKP atau CEISA Vehicle Declaration System (VhDS) yang terintegrasi antar kantor Bea Cukai.
Sinergi juga terjalin dengan Kepolisian RI terkait jangka waktu impor sementara yaitu selama 30 hari dan dapat diperpanjang.
Heru mencontohkan, sebelumnya kendaraan dari luar negara perbatasan yang ingin menuju ke Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) harus menggunakan satu akses. Dengan kata lain kendaraan itu harus masuk dan keluar lagi dari Indonesia melalui PLBN yang sama.
"Jadi kalau dia masuk melalui Entikong ya pulang juga harus lewat Entikong. Nah ini kita ubah. Kita berikan registrasi secara otomasi kepada pelancong itu," ujarnya.
Dengan sistem VhD pelancong itu bisa masuk ke RI dan kembali ke negaranya melalui PLBN yang berbeda. Sistem itu juga bisa diawasi oleh Kepolisian.
Untuk mengantisipasi penyelundupan kendaraan, kebijakan ini mewajibkan kendaraan yang digunakan harus terdaftar di negara asing. Lalu kendaraan itu juga harus miliki atas nama warga negara asing.
"Jadi si penyupir ini yang deklarasi bahwa itu kendaraannya. Jadi bukan buat yang diperdagangkan," tegas Heru.
Lalu pada saat melintas, petugas PLBN juga akan mengecek isi bahan bakar kendaraan. Kendaraan yang melintas minimal tangki bensinnya harus 3/4 sudah terisi. Selain itu harus mendapat endorse/cap oleh otoritas berwenang negara asal.
"Jadi ada gejala di perbatasan NTT. Karena bensin kita murah maka mereka hanya ingin isi BBM di Atambua kemudian balik lagi dia. Jadi dia isi sedikit di perbatasan, kemudian isi penuh di SPBU kita, terus kembali lagi. Ini jadi concern kita. BBM kita kan sebagian subsidi, jadi tidak tepat sasaran," tambah Heru.
Aturan ini juga akan memberikan kepastian hukum dan memberikan penerapan sanksi dalam hal terjadi pelanggaran berupa denda 100% dari Bea Masuk jika terlambat melakukan ekspor kembali. Kemudian ada sanksi pembayaran bea masuk, pajak impor, dan denda dalam hal kendaraan tidak diekspor kembali.
Lalu ada sanksi wajib melakukan re-ekspor dan pembekuan VhD selama 6 bulan jika lokasi tidak sesuai. ada juga sanksi pembekuan VhD selama 6 bulan dalam hal ekspor kembali tidak melapor kepada Bea Cukai, serta penegahan terhadap kendaraan bermotor dalam hal digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan wilayah penggunaan.
(das/fdl)