Namun, tenaga ahli mahal karena lulusan pendidikan tak sesuai dengan kebutuhan industri.
"Pelaku usaha sendiri sebenarnya memiliki banyak kebutuhan tenaga kerja ahli trampil yang seharusnya bisa diserap melalui pendidikan vokasi. Namun karena biayanya mahal dan ada missing link karena apa yang diajarkan dan kebutuhan industri tidak sesuai," katanya kepada detikFinance, Selasa (9/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu dengan adanya kebijakan ini akan ada banyak perusahaan akan langsung melakukan investasi kepada sarana pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan mereka," paparnya.
Apalagi, tambahnya, investasi untuk penelitian dan pengembangan cukup besar. Dia menyebut, setidaknya biaya yang dikucurkan untuk penelitian dan pengembangan (litbang) sebanyak 10-30% dari anggaran perusahaan.
"Litbang pun sama, karena biaya litbang itu sangat besar bisa sampai 10-30% anggaran perusahaan, sedangkan supplier kita sebenarnya sudah kompetitif. Dengan melakukan litbang di sini mereka bisa langsung menyesuaikannya dengan kondisi pasar, lingkungan, suplai bahan baku, dan lain-lain," ungkapnya.
"Kami sangat menyambut baik akhirnya kebijakan ini bisa disahkan dan menunggu PMK-nya untuk punya dasar aturan pelaksanaannya. Super deductible tax ini arahnya adalah untuk pengembangan industri manufaktur memiliki nilai tambah tinggi sehingga membutuhkan tenaga kerja yang ahli dan penelitian yang intens dan costly," paparnya.
Tonton Video Membeludak! Ribuan Tenaga Honorer di Kendari Padati Kantor Pajak:
(zlf/zlf)