Rokok Sumbang Kemiskinan, Kemenkeu Ungkap Tantangan Pengendaliannya

Rokok Sumbang Kemiskinan, Kemenkeu Ungkap Tantangan Pengendaliannya

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 15 Jul 2019 12:39 WIB
Foto: Dok. Bea Cukai
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap, harga rokok kretek filter menjadi faktor utama penyumbang kemiskinan. Harga rokok memiliki andil terhadap kemiskinan 11,38% di pedesaan dan di perkotaan 12,22%.

Pemerintah sendiri terus berupaya menekan peredarannya. Teranyar, pemerintah tengah melakukan simulasi penerapan aturan baru soal cukai rokok yakni lewat penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

Meski demikian, ada sejumlah tantangan yang dihadapi. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengaku mendapatkan tantangan dalam menjalankan aturan baru tersebut. Penolakan terhadap kebijakan tersebut berasal dari para produsen rokok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang menjadi tantangan adalah penggabungan produksi. Ada (penolakan) produsen rokok produksi SKM dan SPM," kata Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu, Rofyanto Kurniawan dalam diskusi di Universitas Indonesia, Kamis (11/7/2019) lalu.


Rofyanto menjelaskan penggabungan batasan produksi SKM dan SPM akan memudahkan pengawasan. Semakin banyak golongan, semakin besar pula potensi terjadinya penyalahgunaan.

Dengan kebijakan tersebut, para produsen yang memiliki volume produksi segmen SKM dan SPM di atas tiga miliar batang harus membayar tarif cukai golongan I pada kedua segmen tersebut.

"SKM golongan II dan SPM golongan II kita akan gabungkan. Kalau masuk kategori golongan I, bayar cukai golongan I, dan ini masih ada pertentangan dari produsen," tegas dia.

Sementara itu, Nasruddin Djoko Surjono, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan memastikan jajarannya tengah mensimulasikan dampak dari rencana penggabungan SKM dan SPM.

"Pembahasan ini sudah di level atas. Ini selalu dibahas. Kemungkinan sekitar Oktober atau November peraturan tarif cukai 2020 akan keluar," kata Nasruddin.


Pembahasan tersebut, termasuk di dalamnya rencana penggabungan batasan produksi, mencakup beberapa tujuan. Pertama, pengendalian konsumsi hasil tembakau.

Kedua, penyetaraan arena bermain alias level playing field dengan adanya celah layer tarif. Ketiga, meningkatkan kepatuhan. Keempat, kemudahan administrasi. Kelima, pengoptimalan penerimaan negara.


(hek/dna)

Hide Ads