-
Menurut Air Visual, Jakarta kembali menjadi salah satu kota paling berpolusi. Bahkan, kualitas udara di Jakarta masuk ke dalam kategori 'tidak sehat'.
Lebih buruknya lagi, ternyata kualitas udara juga merugikan masyarakat secara ekonomi. Menurut Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Saifudin, warga Jakarta rugi puluhan triliunan rupiah akibat polusi udara. Pada 2016 saja, kerugiannya menurut Ahmad menyentuh angka Rp 51,2 triliun.
Ternyata ada hal yang cukup mudah yang bisa dilakukan masyarakat untuk tekan polusi udara dan menghindari kerugian seperti di atas terjadi, hal tersebut adalah meninggalkan transportasi pribadi dan segera beralih naik angkutan umum.
. Klik halaman berikutnya:
Transportasi publik menjadi salah satu pilihan yang bisa digunakan warga Jakarta untuk bepergian. Penggunaan transportasi publik juga menjadi salah satu cara untuk menekan polusi udara di Jakarta.
Menurut Ahmad, meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum jelas dapat menjadi langkah yang baik untuk kurangi polusi udara. Angkutan pribadi menurutnya, menyumbang 47-90% polusi udara di Jakarta.
"Sumber utama pencemaran udara kan transportasi kisarannya 47-90% kendaraan bermotor ya, dengan mengurangi kendaraan pribadi ya bisa jadi kurangi pencemaran itu. Saat ini kan layanan transportasi juga aman dan nyaman ya," kata Ahmad kepada detikFinance, Senin (29/7/2019).
Ahmad menjelaskan apabila warga Jakarta banyak yang meninggalkan kendaraannya dan beralih transportasi publik, polusi udara di Jakarta bisa ditekan hingga 50-90%.
"Kalau angkutan umum didorong dan ada peralihan di masyarakat yang masif ke angkutan umum minimal itu bisa 50% berkurangnya polusi udara, paling maksimal polusi udara di Jakarta kalau orang mau pakai transportasi publik bisa tinggal 10% saja polusinya (turun 90%)," kata Ahmad.
Dia menjelaskan penggunaan kendaraan pribadi di jalanan Jakarta yang macet bisa menambah polusi. Pasalnya penggunaan kendaraan pribadi menjadi lebih lama di jalanan yang macet.
"Faktornya gini kan kalau banyak orang pakai kendaraan pribadi kan jalanan ramai tuh macet di jalanan, nah itu meningkatkan intensitas pencemaran. Nah kalau pada pakai transportasi umum kan jalanan jadi sepi maka (polusi udara) berkurangnya sangat tajam," ucap Ahmad.
Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andy Nugroho mengungkapkan, selain bisa mengurangi polusi, pakai angkutan umum juga bisa memberi dampak positif bagi keuangan rumah tangga.
Misalnya, tak perlu menanggung beban biaya perawatan kendaraan setiap bulannya.
"Manfaatnya itu tidak terbebani penyusutan harga kendaraan, biaya maintenance seperti servis, membersihkan sampai bahan bakar," kata Andy.
Dia mengungkapkan, selain membantu mengurangi polusi udara di Jakarta, jika menggunakan kendaraan umum tidak perlu repot mencari tempat parkir, membayar parkir, bayar pajak kendaraan dan risiko kerusakan atau kehilangan serta pengeluaran untuk membeli atau mencicil kendaraan.
Andy juga menambahkan, dengan kendaraan umum maka bisa lebih menghemat tenaga karena tak perlu lelah nyetir motor atau mobil. Selain itu pula, tidak perlu membayar gaji untuk supir.
Jika menggunakan kereta seperti commuterline dan MRT kini bisa lebih efisien, pasalnya sudah banyak stasiun yang terintegrasi dengan halte bus. Bahkan saat ini sudah banyak disediakan bus-bus gratis untuk membantu mobilitas masyarakat di ibu kota.
"Kalau naik kendaraan umum selain bantu kurangi polusi juga enak disetirin sama sopir bus atau masinis keretanya," imbuh dia.
Andy juga memberikan simulasi naik kendaraan umum atau kendaraan pribadi dengan kasus rumah di Depok dan bekerja di kawasan Sudirman. Katanya, dalam setiap perjalanan ke tempat kerja juga harus dilakukan perhitungan. Hal ini untuk mengetahui berapa banyak biaya yang dibutuhkan setiap bulannya.
Andy menjelaskan misalnya si A kredit motor pribadi dengan uang muka Rp 1 juta dan cicilan Rp 1 juta setiap bulan selama 23 bulan.
"Kalau motor harus diisi bensin juga dong, kira-kira Rp 200 ribu, lalu parkir juga Rp 200 ribu. Berarti total sebulan keluar Rp 1,4 juta. Itu di luar biaya cuci motor, maintenance, penyusutan harga kendaraan dan tenaga," kata Andy.
Kemudian dia mencontohkan, jika naik ojek online dari Depok Town Square (Detos) ke Chase Plaza di Sudirman saat rush hour kira-kira tarifnya Rp 57.000 x 2 PP x 22 hari kerja. Totalnya sudah Rp 2,5 juta tapi sudah all in dan penumpang tinggal duduk manis.
"Bila mau lebih irit dan cepat bisa pilih naik KRL dari stasiun dekat Detos Pondok Cina Rp 3.000 lalu turun di stasiun Sudirman naik lagi bus transjakarta Rp 3.500. Ini artinya PP sekitar Rp 15.000 dikalikan 22 hari totalnya Rp 330.000. Di sekitar Sudirman juga ada bus gratis berkode GR, kalau naik bus ini berarti sehari hanya Rp 7.000 kan lebih murah sebulan hanya keluar Rp 154.000," imbuh dia.
Andy mengungkapkan, memang angka ini tidak bisa disamaratakan dengan semua masyarakat. Karena tidak semuanya tinggal di dekat stasiun dan memiliki akses kendaraan umum yang baik.
Menurut pengamat transportasi dan tata kota Azas Tigor Nainggolan angkutan umum di Jakarta aksesnya masih kurang. Menurutnya, masyarakat masih dibuat repot untuk naik angkutan umum.
"Karena angkutan umum ini belum akses, nggak mudah masyarakat gunakan kendaraan umum secara nyaman, masih repot berpergian naik kendaraan umum," kata Tigor ketika dihubungi detikFinance.
Padahal kata Tigor, tak perlu dipaksa atau usaha lebih dari pemerintah masyarakat pasti akan naik transportasi umum dengan sendirinya. Paling penting menurutnya kebutuhan masyarakat akan transportasi yang integratif dapat terpenuhi.
Tigor mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta punya pekerjaan rumah (PR) untuk memperbaiki akses transportasi umum di Jakarta. Katanya, antar moda transportasi jangan dibiarkan berjalan sendiri-sendiri.
"PR-nya itu bagaimana ngebangun layanan yang akses dan integratif. Jangan jalan sendiri-sendiri, TJ jalan sendiri, MRT jalan sendiri, comuter line sendiri, bagaimana untuk integrasi ini semua sehingga layanannya akses," kata Tigor.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga bisa menekan penggunaan kendaraan pribadi dengan membuat penggunaan kendaraan pribadi menjadi mahal. Kembali ke Ahmad, dia mengatakan Jakarta bisa menerapkan sistem electronic road pricing (ERP) alias jalan kota yang berbayar. Pemprov juga mesti menaikkan tarif parkir khususnya di daerah yang dilalui oleh moda transportasi umum.
"Bisa pakai ERP, lalu tarif parkir progresif buat yang bawa mobil dan motor. Jadi jalan-jalan yang terhimpit sama MRT, KRL, dan busway, harus diterapkan ERP dan parkir progresif," kata Ahmad.
Ahmad menambahkan, kebijakan-kebijakan menghambat penggunaan kendaraan pribadi di dalam kota mampu membuat masyarakat beralih ke transportasi umum. Dia mencontohkan Singapura dan Hong Kong yang berhasil menerapkan kebijakan tersebut.
"Cara ini efektif bisa dicoba, dan memang berhasil di berbagai negara lho ya. Di Asia saja ada Singapura dan Hong Kong itu cukup berhasil," pungkas Ahmad.