Defisit Transaksi Berjalan Jadi 3,04% Gara-gara Ekonomi Melambat

Defisit Transaksi Berjalan Jadi 3,04% Gara-gara Ekonomi Melambat

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 09 Agu 2019 15:40 WIB
Ilustrasi ekspor impor/Foto: agung pambudhy
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2019 sebesar US$ 8,4 miliar atau setara dengan 3,04% dari produk domestik bruto (PDB). Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, realisasi tersebut masih sesuai dengan perkiraan BI.

Dia menyebut, tingginya rasio defisit transaksi berjalan ini karena masih lambatnya pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun ini.

"Mengapa CAD nya sedikit lebih tinggi dari biasanya 2,9% sekarang 3%an, itu karena memang realisasi PDBnya rendah," kata Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (9/8/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,05%, angka ini lebih rendah dibandingkan periode kuartal II 2019 5,27%.


Perry optimistis akhir tahun defisit neraca transaksi berjalan ini bisa berada di kisaran 2,8%. "Proyeksi tahunan CAD masih tetap sama yaitu 2,5% sampai 3%, kami optimis masih ada di titik tengah 2,8%," imbuh dia.

Bank sentral memprediksi dalam lima tahun ke depan current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan akan sekitar 2% dari PDB. Dia menyebutkan, jika CAD membaik maka pertumbuhan ekonomi pada 2024 juga diprediksi bisa menembus angka 6%. Kemudian pendapatan per kapita mencapai US$ 6.000 atau sekitar Rp 85 juta per tahun. Pada 2018 pendapatan per kapita sebesar US$ 3.927 atau sekitar Rp 56 juta per tahun.

Sebelumnya BI mencatat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kuartal II 2019 sebesar US$ 8,4 miliar atau 3,04% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit ini melebar dari kuartal sebelumnya US$ 7 miliar atau 2,6% dari PDB maupun kuartal yang sama tahun lalu US$ 8 miliar atau 3% dari PDB.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko menjelaskan pelebaran ini terjadi karena faktor musiman repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri.




(kil/hns)

Hide Ads