Menurut Hanif bila Indonesia ingin menyejahterakan para pekerjanya, maka dibutuhkan pemberian sistem jaminan pekerja yang lebih baik. Karenanya, dia mengusulkan ada dua jaminan tersebut.
"Saya mengusulkan dua jaminan sosial lagi, dua program untuk dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Satu Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP, satu lagi Jaminan Pelatihan dan Sertifikasi atau JPS," kata Hanif di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan Menaker Usul 2 Jaminan Tambahan
Menaker Hanif Dhakiri/Foto: dok. Kemnaker
|
"Jadi saya mengusulkan agar jaminan sosial kita ditambah. Selama ini kan kita punya lima Program Jaminan Sosial. Satu Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan, kemudian empat Jaminan Program lain yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Ada Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun," katanya.
Hanif mengatakan, dua program jaminan yang diusulkan itu dinilai dapat melindungi para pekerja yang kehilangan pekerjaan.
"Dua ini menurut saya bisa jadi instrumen negara untuk melindungi warganya, terutama di tengah disrupsi yang juga membuat pasar tenaga kerja kita sangat dinamis. Orang kehilangan pekerjaan, ada pekerjaan yang mati ada juga yang muncul. Sehingga korban-korban PHK harus dijamin," tuturnya.
Pengusaha Tolak Usul Menaker
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani/Foto: Muhammad Idris/detikFinance
|
Hariyadi mengatakan, saat ini pengusaha belum memprioritaskan masalah tenaga kerja karena tak memiliki data yang pasti terhadap jumlah pengangguran. Sebab, ada perbedaan data kemiskinan serta pengangguran milik Badan Pusat Statistik (BPS) dengan BPJS Kesehatan dari sisi penerima bantuan.
"Mohon maaf ya, karena kalau kita lihat datanya dari BPS itu bilang yang miskin 25 juta, 9,1%. Tapi kalau kita lihat dari data penerima bantuan iuran penerima BPJS Kesehatan, itu 96,8 juta orang. Pertanyaannya dengan jumlah angkatan kerja 133 juta, ditambah yang miskin 96,8 juta, kami berpikir, kapan mau sejahteranya," katanya.
Menurutnya, yang menjadi kunci persoalan bukanlah soal pelatihan vokasi yang selama ini digadang pemerintah untuk mengurangi pengangguran hingga kemiskinan, melainkan dari sisi penciptaan tenaga kerja.
"Jadi kata kuncinya, bukan hanya di vokasi. Kita pernah Pak Rosan (Ketua Kadin) sampaikan 2017 dukung Pak Hanif dan Pak Darmin membuat program pemagangan nasional, itu diikuti 57 ribu orang selama 1 tahun, tapi yang terserap tidak lebih dari 15%" katanya.
Oleh sebab itu, menurut Hariyadi, sebaiknya usulan tambahan jaminan kerja tak perlu buru-buru. Sebab menurutnya, yang paling penting saat ini ialah penciptaan lapangan kerja.
"Untuk jaminan sosial, mohon izin Pak Hanif kalau boleh dua usulan itu tunggu dulu. Kita fokus menyelesaikan yang tadi begitu banyak orang miskin tidak bekerja," tutup Hariyadi.
Baru Sebatas Usulan
Foto: Ari Saputra
|
"Jadi gini, satu sifatnya baru wacana. Jadi dalam rangka mengantisipasi perubahan pasar kerja yang semakin dinamis dan makin fleksibel sehingga perlindungan terhadap warga dan pekerja itu sangat penting," kata Hanif .
Hanif menjelaskan, bahwa usulan ini belum diajukan karena masih sebatas wacana. Dia bilang, usulan ini bisa menjadi diskusi lebih lanjut oleh para pekerja maupun dunia usaha. Sehingga, kata dia, sistem ekonomi tenaga kerja bisa lebih baik.
Dia pun tak mempermasalahkan bila usulan ini nantinya ditolak banyak pihak.
"Sehingga nantinya satu sisi ekosistem tenaga kerjaan kita harus kita perbaiki agar bisa lebih responsif lah terhadap pasar kerja itu pada sisi lain pelindungannya kuat di BPJS ketenagakerjaan. Ini masih wacana," katanya.
"Itu hanya lontaran saya untuk didiskusikan kalau oh ternyata nggak setuju, ya nggak apa-apa. Cuma dalam pandangan saya itu penting. Perlindungan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan sehingga bisa meningkatkan skill. Sehingga terus bekerja," tuturnya.
Halaman 3 dari 4