"Banyak kebijakan publik yang baru dilahirkan, di hari berikutnya dianulir atau segera diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya juga terjadi keterasingan dari kebijakan yang ada. Kebijakan harus jadi respon efektif pemerintah untuk mengatasi persoalan kepublikan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8/2019).
Hal itu diungkapkannya saat melakukan bedah Buku miliknya bersama Fadillah Putra yang merupakan Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Brawijaya berjudul Analisis Kebijakan Publik Neo Institusionalisme 'Teori dan Praktik', di Kampus STIA LAN bersama Center for Indonesian Policy Analysis (CIPA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebijakan publik harus lahir karena kepentingan bersama," ujarnya.
Di sisi lain, Guru Besar Universitas Indonesia, Eko Prasojo mengatakan, buku tersebut membahas perspektif dan menceritakan bagaimana seharusnya seorang analis kebijakan melihat sebuah persoalan publik.
Menurutnya, buku tersebut tak hanya mengajak seorang analis kebijakan untuk mempertimbangkan faktor aktor yang terlibat dan institusi dalam proses pembuatan kebijakan, namun juga mempertimbangkan impact dari kebijakan publik.
"Saya mempelajari perspektif yang ditawarkan justru memperdalam impact dari hasil sebuah kebijakan. Jadi tidak perlu ragu bahwa kalau kita memperkuat perspektif lalu akan mengurangi kemampuan kita dalam mendefinisikan instrumen kebijakan. Justru jika mendalami perspektif ini, maka kita justru akan memilih instrumentasi kebijakan yang lebih pas," jelasnya.
Untuk mengetahui informasi lainnya dari Kemendes PDTT, klik di sini.
(idr/idr)