Apalagi IMF dalam World Economic Forum (WEF) 2019 kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019-2020 menjadi 3,2% dan 3,5%. Proyeksi itu lebih rendah 1% dibanding proyeksi sebelumnya.
"Jadi yang ditekankan ada beberapa risiko. Pertumbuhan ekonomi dunia melemah dan itu menjadi down side risk," ujarnya dalam Konfrensi Pers Nota Keuangan di gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu perang dagang antara AS dan China masih berlangsung. Hal itu kembali menimbulkan goncangan dari perdagangan global.
Selain itu ada ketidakpastian zona Eropa seperti keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan kondisi geopolitik global. Faktor tersebut turut berimbas pada menurunnya prospek permintaan global dan kinerja perdagangan global.
"Semua diproyeksikan kondisinya lebih lemah dari 2018 dan 2019. Oleh karena itu kita harus waspadai," tambah Sri Mulyani.
Kondisi itu menjadi dasar bagi pemerintah menetapkan asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN 2020. Berikut isinya:
- Pertumbuhan ekonomi 2020 5,3%
- Inflasi 3,1%
- Nilai tukar rupiah (Rp/US$) Rp 14.400
- Tingkat bunga SPN-3 bulan 5,4%
- Harga minyak mentah Indonesia US$ 65/barrel
- Lifting minyak bumi US$ 734/barrel
- Lifting gas bumi 1.191 ribu barel setara minyak/hari
(das/dna)