Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil mengatakan total ekspor cangkang sawit hingga Agustus 2019 telah mencapai 82% dari total 2018 yang mencapai 642,9 ribu ton. Periode Januari-Agustus 2019 ekspor cangkang sawit telah mencapai 528 ribu ton atau senilai Rp 520 miliar. Sementara periode Januari-Agustus 2018 hanya mencapai 463,8 ribu ton.
"Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 sudah mengalami kenaikan 13,8%," ujar Ali, dalam keterangan tertulis, Jumat (16/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita jaga neraca perdagangan produk pertanian dengan Jepang yang positif ini. Kita kawal 3K-nya, yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya,", kata Ali.
Dengan potensi yang berlimpah, Ali yakin produk samping sawit berupa cangkang ini dapat lebih ditingkatkan. Ia berharap cangkang sawit dapat dipasarkan juga ke 13 negara tujuan ekspor pinang biji, dengan sebaran negara masing-masing Afganistan, Australia, China, Bangladesh, Hongkong, India, Iran, Myanmar, Nepal, Singapore, Thailland, UEA, dan Vietnam.
Menurut Ali, cangkang sawit yang digunakan sebagai bahan bakar hijau ini memiliki nilai ekonomi yang bersaing. Karena itu, dengan kerja sama pihak dan instansi terkait diharapkan dapat menerobos diversifikasi pasarnya.
"Ini sesuai dengan arahan Presiden melalui Menteri Pertanian, untuk terus kawal dan lakukan terobosan untuk mendorong ekspor. Ekspor, ekspor dan ekspor lagi," ujarnya.
Menurut Ali, potensi pasar beberapa produk pertanian Indonesia telah menguasai 100% potensi pasar ekspor Jepang. Produk pertanian Indonesia yang diekspor ke negeri Sakura adalah minyak nabati dan lemak. Lalu disusul lateks dan karet alam, kopi, produk pangan lain, kakao dan produk kakao, rempah-rempah, bahan asal tanaman lain, sisa produk nabati dan hewani, teh dan bahan minuman penyegar. Selain itu ada juga kacang-kacangan, bahan pangan asal hewan, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.
Ali menambahkan, berdasarkan data dari sistem otomasi perkarantinaan, IQFAST tercatat total ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Jepang hingga Juli 2019 sebanyak 344,6 ribu ton dengan nilai ekonomi Rp 703 miliar. Sementara impornya tercatat 1,7 ribu ton dengan nilai ekonomi setara dengan Rp 149,048 miliar.
"Ini dapat dipantau juga oleh seluruh pemerintah daerah dengan menggunakan aplikasi IMACE," ungkap Ali.
Ali menjelaskan, aplikasi IMACE merupakan peta potensi komoditas pertanian berorientasi ekspor yang telah digagas oleh Barantan dan kini tengah digalakkan ke seluruh provinsi. Ia berharap aplikasi ini dapat digunakan sebagai landasan kebijakan pembangunan pertanian berorientasi ekspor dengan berbasiskan kawasan.
Dalam kesempatan itu, Ali juga melepas 3 komoditas pertanian ekspor asal Jambi dengan total nilai ekonomi Rp 23 miliar. Masing-masing 447 ton pinang tujuan Thailand dan Iran senilai Rp 7,8 miliar, 201 ton karet tujuan China senilai Rp 3,8 miliar, serta 356,6 M3 kayu olahan tujuan China dan Jepang senilai Rp 1,8 miliar.
Sementara itu, Kepala Karantina Pertanian Jambi, Guntur memaparkan data lalu lintas komoditas pertanian di wilayah kerjanya. Komoditas ekspor Provinsi Jambi didominasi oleh komoditas pertanian dari subsektor perkebunan.
Tercatat hingga 14 Agustus 2019, total nilai ekspor provinsi Jambi telah mencapai Rp 2,8 triliun, dan Rp 2,5 triliun di antaranya diperoleh dari komoditas sektor perkebunan. Selebihnya terdistribusi pada komoditas kehutanan sebesar Rp 307 miliar, komoditas hortikultura Rp 403 juta dan Rp 151 juta tersebar ke beberapa komoditas lainnya.
"Sub sektor perkebunan, menyumbang 89% nilai ekspor Provinsi Jambi," papar Guntur.
Guntur menambahkan, tiga komoditas unggulan perkebunan asal Jambi masih dipegang oleh cangkang sawit, pinang biji dan karet lempengan. Dari total perolehan nilai ekspor Rp 2,5 triliun, nilai ekspor pinang biji menyumbang sebanyak Rp 1 triliun, cangkang sawit Rp 500 miliar, dan karet lempengan Rp 500 miliar. Sementara Rp 500 miliar sisanya tersebar di berbagai komoditas perkebunan lainnya seperti minyak kelapa mentah, kelapa bulat, karet lembaran, sapu lidi, kopra, kopi, kelapa tempurung dan lain-lain.
Sementara di luar komoditas pertanian, lanjut Guntur, yang memiliki nilai ekspor cukup tinggi itu dari sektor kehutanan yaitu komoditas olahan kayu. Pada 2019, olahan kayu telah menyumbang nilai ekspor Provinsi Jambi sebanyak Rp 301 miliar.
Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, M Dianto yang hadir dan turut melepas ekspor mengapresiasi pembangunan pertanian oleh Kementan di wilayah kerjanya. Sejalan dengan upaya percepatan ekspor komoditas pertanian, pihaknya telah membentuk Tim Koordinasi Peningkatan dan Percepatan Ekspor Pengolahan Sumber Daya Alam di Provinsi Jambi.
Dianto berharap tim percepatan ini dapat bekerja secara sinergis termasuk di dalamnya Karantina Pertanian Jambi, untuk meningkatkan jumlah dan tujuan negara ekspor ke depan secara berkelanjutan.
(akn/akn)