Kerja Sudah Bisa dari Rumah, Masih Mau Pergi ke Kantor?

Kerja Sudah Bisa dari Rumah, Masih Mau Pergi ke Kantor?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 26 Agu 2019 08:10 WIB
1.

Kerja Sudah Bisa dari Rumah, Masih Mau Pergi ke Kantor?

Kerja Sudah Bisa dari Rumah, Masih Mau Pergi ke Kantor?
Foto: Tim Infografis Denny
Jakarta - Seiring perkembangan zaman berbagai macam hal berubah, berbagai hal baru bermunculan. Konsep-konsep yang sudah ada bertahun lamanya pun banyak yang ikut berubah.

Konsep 'ngantor' salah satunya, kalau dulu orang bekerja harus ke kantor, bertemu bos, kepala bagian, teman satu divisi, hingga office boy. Kini, konsep ngantor tanpa kantor muncul, kerja di manapun dan kapanpun yang penting daftar panjang pekerjaan bisa selesai.

Pemerintah pun tidak mau ketinggalan, wacana menerapkan konsep ini kepada para PNS sempat disampaikan. Lantas bagaimana serba-serbi informasinya? Simak rangkumannya hanya di detikFinance.

Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan mengatakan kini memang banyak perusahaan yang sistem kerjanya mengarah ke bekerja tanpa kantor. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi, yang memudahkan segala macam laporan kerja. Dia memaparkan, fleksiblitas menjadi alasan utama konsep ini menjadi tren.

"Arahnya memang pelan-pelan ke sana (kerja tanpa kantor), teknologi makin canggih ya, kita manusia akan fokus untuk kerjanya yang berinteraksi, kalau dilihat dari mata perusahaan itu pada prinsipnya ada tren mengarah pada flexible workplace, artinya fleksibel untuk tempat bekerja, banyak perusahaan besar maupun kecil itu sudah mengarah ke sana," kata Audi kepada detikFinance beberapa waktu lalu.

Audi menjelaskan berbagai kondisi membuat hal ini terjadi, salah satunya adalah kurang efektifnya datang ke kantor, misalnya karena makan banyak waktu di jalan. Terlebih lagi di Jakarta misalnya, dia bercerita untuk ke kantor saja butuh berjam-jam, malah kata Audi, justru dengan fleksibilitas kerja yang tinggi bisa menggenjot produktivitas karyawan.

Si karyawan, kata Audi akan difokuskan untuk menggenjot hasil pekerjaannya. Daripada berfikir untuk ke kantor, karyawan diarahkan untuk bagaimana menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif dan efisien bagaimanapun caranya.

"Karena seringkali, lihat kondisi Jakarta misalnya deh, kita sudah makan waktu berjam-jam untuk ke kantor doang kan, kemacetan segala macem lah. Beberapa perusahaan yang terapkan policy kerja dari rumah atau dari mana saja, dia menekankan kepada hasil pekerjaan, misalnya deliver sebagai laporan," papar Audi.

"Jadi, tujuannya satu bukan untuk buat karyawan enak bekerja, bukan, tapi untuk tingkatkan produktivitas karyawan," tegasnya.

Audi juga mengatakan, beberapa pekerjaan memang dari sifat alaminya kalau harus ke kantor jadi tidak efektif. Misalnya, bagian penjualan ataupun konsultan yang harus bertemu dengan banyak orang, akan sangat repot kalau mesti bolak-balik kantor kata Audi.

"By nature sifat pekerjaannya juga bertemu banyak orang, misalnya di area, kayak orang sales atau konsultan, mereka kan kerjanya sering ketemu dengan klien, kalau pulang balik ke kantor kan repot banget gitu," ungkap Audi.

Perencana Keuangan Aidil Akbar juga mengatakan kalau bekerja tanpa kantor akan marak dilakukan banyak perusahaan, menurutnya fungsi kantor di tengah kemajuan teknologi sudah luntur. Kantor hanya tempat bertemu sedangkan orang di dalamnya sibuk kerja sendiri-sendiri, kalau sudah begitu menurut Aidil buat apa lagi berkantor.

"Intinya ya dia kan kerja sendiri kan, zaman sekarang kan kantor cuma tempat bertemu aja, tapi orang kalau udah di depan laptopnya masing-masing kan mereka udah nggak berinteraksi kan kerja sendiri-sendiri, malah sebelah-sebelahan aja ngobrolnya pakai chat sekarang," ungkap Aidil.

"Lalu kalau udah gitu apa lagi fungsi kantor," tegasnya.

Ezra Syahdian nama lengkapnya, lelaki muda ini merupakan salah satu dari segelintir orang yang bekerja tanpa kantor. Ezra mengakui dirinya berprofesi sebagai ilustrator, "tepatnya profesi gua full time ilustrator," katanya.

Sebagai ilustrator, Ezra menerima pesanan desain dan ilustrasi, selama ini dia mengerjakan beragam ilustrasi untuk band-band, dan beragam merek dagang, mulai dari lokal sampai pesanan dari luar negeri. Biasanya, dia menyebut pesanan tersebut sebagai 'proyek'.

Memang, dengan profesinya sebagai ilustrator, Ezra tidak memerlukan kantor. Dalam bekerja pun dia melakukannya semua sendiri. Mulai dari proses penerimaan pesanan hingga eksekusi permintaan ilustrasi dari kliennya, bahkan sampai menerima pembayaran atas jasanya. Ezra mengatakan cuma bermodalkan sebuah handphone dan beragam media sosial di dalamnya dia bisa menjaring semua pesanan desain yang diterimanya.

Ezra bercerita, malam hari adalah waktunya dia bekerja kalau ada pesanan. Biasanya dia mulai menggarap proyeknya jam 9 malam hingga fajar menjelang. Di siang dan sore hari digunakannya untuk mencari ide ataupun bersua dengan kawan-kawannya, kalau pagi hari digunakannya sebagai waktu tidur.

"Berhubung manusia nocturnal gua biasa ngerjain kerjaan pasti malem antara jam 9/10 baru mulai kerja biasanya sih ampe subuh. Biar bisa subuh-an, pagi ke siang baru gua tidur," ungkap Ezra.

"Kalau kata emak gua sebenernya kagak sehat sih pola hidup kayak gini," ungkapnya seraya tertawa.

Menurutnya, dengan atau tanpa kantor produktivitas kerja harus tetap terjaga. Katanya, kalau sudah menginjakkan diri di dunia kreatif, di manapun kerjanya harus tetap bisa mencipta karya.

"Kalau udah terjun di industri kreatif mau di manapun kita berada harus bisa produktif berkarya, kecuali kalau udah di alam kubur udah nggak bisa ngapa-ngapain dah tuh," ucap Ezra berkelakar.

Selain Ezra ada juga Teti Purwanti. Teti, seorang freelance content writer, mengatakan selama ini pun bekerja di rumah.

"Pekerjaan aku ibu rumah tangga," kelakar Teti.

"Iya jadi aku nerima orderan tulisan, berbagai artikel lah, semuanya aku lakukan remote, aku ada ngerjain harian dan bulanan, biasanya kalau harian itu jam 10-an malam aku dikasih list tulisannya, kalau bulanan aku dikasih list, misal satu bulan 25 tulisan dikasih deadline deh, semua cuma Whatsapp-an aja," cerita Teti kepada detikFinance beberapa waktu lalu.

Setiap hari, bukan cuma menulis, Teti juga mengurus rumah dan anaknya juga. Teti bercerita setiap pagi setelah anaknya pergi sekolah dan suaminya pergi bekerja dia akan mulai menulis, sambil mengerjakan pekerjaan rumah yang mudah-mudah.

"Mungkin karena aku sudah menemukan ritmenya ya, pokoknya aku nulis itu di sela-sela waktu di saat aku tidak mengerjakan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga," kata Teti.

Menurut ceritanya, tidak jarang dia pun menulis sambil menjaga anaknya, menulis sambil menyuapi anaknya, ataupun menulis sambil menidurkan anaknya. Kalau kata Teti semua pekerjaan harus dilakukan multi tasking. "Kayaknya malah aku lebih sibuk daripada orang kantoran," katanya.

Teti mengatakan pekerjaan yang dilakukannya saat ini cukup menyenangkan. Pasalnya meski berkarir, dia tidak merasakan kehilangan waktu dengan keluarganya, terutama waktu dengan anaknya. Nilai plus lainnya, meski ibu rumah tangga Teti tetap bisa mendapatkan 'uang lebih' dari pekerjannya.

"Sebagai ibu rumah tangga ini menyenangkan ya, aku nggak kehilangan waktu sama anak, tapi tetap dapat uang jajan," kata Teti.

Ada pula Martha Karafir, seorang peneliti di salah satu organisasi non profit ini biasa bekerja tanpa kantor. Terlebih lagi, pekerjaannya sebagai peneliti membuat dirinya sering bertemu banyak orang, keluar masuk kantor pemerintah, hingga penelitian di lapangan.

Martha mengaku sering bekerja di rumah ataupun mampir di kafe-kafe sambil menyelesaikan pekerjaannya. Biasanya usai laporan kerjanya selesai Martha hanya mengirim hasil kerjanya lewat surel saja.

"Aku memang nggak ada kantor di Jayapura, kantorku ada di Manokwari dan Jakarta, jadi paling laporan kan via email, koordinasi paling via chat atau telepon. Kantor aku juga kan dukung pengurangan emisi, jadi kalau nggak butuh ke mana-mana tinggal di rumah saja atau paling ya mampir ke kafe ya kalau habis meeting," kata Martha kepada detikFinance beberapa waktu lalu.

"Kalau di kafe tuh paling suasananya ya yang santai dan koneksi internetnya bagus," lanjutnya bercerita.

Dia bercerita kantornya memang sangat mendukung konsep kerja tanpa mesti ngantor. Bahkan untuk rapat saja, sangat jarang harus berkumpul di satu tempat bersama. Untuk rapat kantornya mengandalkan fasilitas rapat online.

"Kalau ada rapat biasanya online, pakai teleconference," cerita Martha.

Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan mengatakan banyak faktor yang harus diperhatikan, dari sisi atasan atau perusahaan maupun si karyawannya. Pertama, budaya kerjanya harus dibangun, menurut Audi kalau perusahaan belum mempercayai karyawannya konsep kerja tanpa kantor tidak akan berhasil.

"Karena banyak faktor keberhasilannya, harus ada kematangan budaya kerja peerusahaan, kalau perusahaan belum dewasa memperayai karyawannya biasanya sulit. Karena biasanya ada celah di mana tidak semestinya karyawan itu bekerja," kata Audi kepada detikFinance beberapa waktu lalu.

Misalnya, Audi mengatakan, suatu saat atasan meminta untuk koordinasi dadakan, sedangkan si karyawan belum siap. Tahu-tahu, waktu dihubungi si karyawan yang kerja di rumah sedang sibuk melakukan urusan pribadinya.

"Contoh misalnya ketika meeting sekarang kan teknologi canggih, bisa video call, tiba-tiba dihubungi ditelpon eh karyawan lagi nggak siap, lagi ngurusin pribadi misalnya ngurus anak atau belanja, ini masih ada kaya gini," jelas Audi.

Perusahaan menurut Audi juga harus bisa menetapkan bagaimana cara agar karyawannya jelas jam kerjanya, absensinya, lalu bagaimana melakukan check list pekerjaan yang sudah selesai.

"Kita itu juga harus bicara sistem penunjangnya ya, pertama bagaimana perusahaan punya mekanisme untuk hitung karyawan bekerja 8 jam per hari, kayak soal absensi bisa foto lewat aplikasi atau checklist gitu. Bagaimana check list pekerjaan yang sudah selesai juga," kata Audi.

Untuk urusan tersebut, kembali lagi ke Aidil, sekarang perusahaan bisa mengembangkan aplikasi untuk menunjang urusan absen hingga check list pekerjaan. Bahkan dilengkapi GPS untuk melacak di mana karyawan berada.

"Sekarang juga mulai banyak aplikasi yang bikin kamu nggak perlu ke kantor, apps nya tuh dilengkapi dengan fitur absen plus GPS, jadi tinggal turn on aplikasi buat absen, lalu nanti bos tahu kamu di mana gitu, nanti tinggal check list aja kerja apa hari ini ada semacam listnya gitu," kata Aidil.

Dari segi karyawannya pun belum tentu bisa siap bekerja tanpa kantor, meski sudah banyak cara pengawasan perusahaan biarpun kerja di manapun. Pasalnya, dengan kerja tanpa kantor dipastikan gangguan dari lingkungan sekitar pun bermunculan.

Misalnya kerja dari rumah, pasti ada gangguan yang secara tidak langsung dialami dari keluarga. Contohnya, tahu-tahu sedang bekerja diajak main anak, atau hal lain yang menghambat pekerjaan selesai. Audi mengatakan bisa saja pekerjaan yang selesai satu jam di kantor, butuh seharian untuk diselesaikan tanpa kantor.

"Kadang-kadang karyawan nggak siap lho kerja dari rumah, kan bisa diganggu keluarga secara nggak langsung, misalnya di kantor satu tugas bisa satu jam selesai karena fokus, karena dia di rumah atau tempat lain tidak konsentrasi, kerjanya bisa sehari baru selesai," kata Audi.

Hide Ads