Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan, WNI diberlakukan sebagai SPDN karena status kewarganegaraannya. Sementara, untuk WNA adalah mereka yang tinggal lebih 183 hari diberlakukan sebagai SPDN.
"Sekarang ketentuannya kapan Anda harus ber-NPWP ada warga negara (Indonesia), ada (WNA) 183 hari," katanya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta, Kamis (5/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, dalam ketentuan yang baru akan diubah di mana WNI dan WNA selama tinggal di Indonesia 183 hari akan ditetapkan sebagai SPDN. Lalu, jika tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari maka akan menyandang status subjek pajak luar negeri (SPLN).
"Jadi siapa pun yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 1 tahun itu sudah menunjukkan intens di Indonesia sehingga sudah memenuhi syarat subjektif. Kalau dia punya objek punya penghasilan ya udah harus ber-NPWP. Jadi itu aja patokannya," jelasnya.
Dia bilang, dengan ketentuan yang baru nanti maka WNI yang tinggal kurang dari 183 hari di Indonesia tak perlu memiliki NPWP dan lapor SPT. WNI itu menjadi wajib pajak di luar negeri.
"Misalnya ada WNI tinggal di Aussie (Australia) kerja di Aussie hampir terus-terusan di sana. Dia enggak perlu ber-NPWP, nggak perlu kirim SPT. Jadi dia jadi wajib pajak luar negeri," jelasnya.
"Kan memang dia penghasilan dari luar negeri, kan bukan dari Indonesia ngapain pula kita pajakin," ungkapnya.
Sambungnya, saat ini terjadi kerancuan terkait status wajib pajak. Robert bilang, ada WNI tinggal lama di luar negeri dan membayar pajak di sana, tapi warga itu mengirim SPT ke Indonesia.
"Kalau sekarang ada kerancuan karena seakan-akan warga negara (Indonesia), sehingga harus ber-NPWP jadi walaupun pajaknya bayar di sana (luar negeri), dia NPWP, kirim SPT, nah itu pajak dikreditkan itu kita mau sederhanakan," tutupnya.
(ara/ara)