Ekspor Sawit RI Tumbuh 4,7%, Paling Banyak ke China

Ekspor Sawit RI Tumbuh 4,7%, Paling Banyak ke China

Zulfi Suhendra - detikFinance
Selasa, 17 Sep 2019 11:26 WIB
Foto: Agus Setyadi/detikcom
Jakarta - Kinerja ekspor minyak sawit dan produk turunannya (di luar biodiesel dan oleochemical) hingga Juli 2019 cukup memuaskan. Total ekspor sampai dengan Juli lalu mencapai 17,76 juta ton.
Volume ekspor minyak sawit dan produk turunannya tersebut mengalami kenaikan sekitar 16% dari bulan Juni.

Demikian diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono dalam keterangan resminya, Selasa (17/9/2019).

"Sementara di periode yang sama 2018 (year on year/yoy) tercatat 16,97 juta ton atau mengalami kenaikan 4,7%," ujarnya

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekspor terbesar masih didominasi ke negara tujuan yaitu China yang mengalami kenaikan 46,7% (yoy), kemudian Afrika sebesar 20,11% dan negara Asia lain seperti Jepang dan Malaysia.


Dikatakan Joko, salah satu tujuan ekspor produk sawit Indonesia yang tengah bergairah adalah Afrika. Joko mengatakan kinerja ekspor ke negara di benua tersebut cukup baik.

"Ini adalah keberhasilan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam melakukan promosi ke negara-negara Afrika," kata Joko Supriyono.

Sementara penurunan ekspor masih terjadi di India (-19,86% YoY), Amerika Serikat (-14,3% YoY), serta Pakistan dan Bangladesh.



Dia menjelaskan penurunan ekspor ke India masih dikarenakan pengenaan tarif impor yang tinggi (54%) untuk produk olahan dan 40% untuk produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Namun kabar baik diperoleh dari India, karena negara ini akan menurunkan tarif impor untuk produk olahan sawit Indonesia menjadi 45% sehingga sama dengan tarif yang dikenakan kepada produk olahan sawit Malaysia.

Pasar ekspor masih tumbuh walaupun diwarnai penuh masalah dan berbagai kampanye negatif. Masalah paling serius yakni rencana Uni Eropa untuk mengurangi impor sawit mulai 2021. Terhadap rencana ini, Pemerintah Indonesia terus melakukan lobi disertai ancaman retaliasi beberapa produk impor dari Uni Eropa.

Pada sisi lain, perolehan devisa ekspor mengalami penurunan. Sampai dengan Juli, devisa ekspor dari produk sawit (di luar biodiesel dan oleochemical) mencapai US$ 9,8 miliar. "Angka ini turun 18% dibanding periode yang sama tahun 2018, yaitu sebesar US$ 11,9 miliar," kata Joko.

Harga CPO di pasar internasional mulai menunjukkan pergerakan naik. Joko Supriyono berharap, tren kenaikan ini terus menunjukkan ke arah yang positif hingga akhir tahun. "Sehingga sawit tetap mampu berkontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia," katanya


(zlf/dna)

Hide Ads