Penyadapan KPK Perlu Izin, Bikin Investor Ragu Kepastian Hukum

Penyadapan KPK Perlu Izin, Bikin Investor Ragu Kepastian Hukum

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 18 Sep 2019 15:55 WIB
Foto: detikcom
Jakarta - Revisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang merupakan inisiatif DPR sudah diketok palu oleh Badan Legislasi DPR dan siap dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan.

Peneliti Senior INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, beberapa poin dari RUU KPK ini dinilai dapat memberi benturan keras terhadap dunia investasi.

Ia mencontohkan, penyadapan KPK yang harus melalui izin dari Dewan Pengawas. Maka hal tersebut justru akan memicu kekhawatiran investor dalam kepastian hukum yang mampu menumpas perilaku-perilaku korupsi yang dapat merusak investasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau penyadapan KPK harus izin, objek penyidikan yang menjadi sasaran KPK bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin kita akan menghasilkan penyelidikan penegakan hukum yang benar? Sehingga kalau kekhawatiran itu tidak terjawab oleh pemerintah dengan RUU KPK ini, maka khawatir investasi yang kita harapkan ini tidak masuk ke perekonomian kita," terang Enny di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (18/9/2019).


Selain itu, pengelolaan anggaran negara yang efisien dikhawatirkan terganggu, atau berjalan tak mulus jika kinerja KPK justru melemah.

"Bagaimana kita menjaga, mengelola keuangan negara yang benar-benar prudent, benar-benar mengalokasikan anggaran yang berorientasi pada kesejahteraan?" ujar Enny.

Sehingga, menurutnya RUU KPK ini memberikan berbagai macam dampak terhadap perekonomian Indonesia.

"RUU KPK ini bukan perkara sederhana, bukan hanya soal pelemahan KPK, tapi multiplier effect dari bagaimana dampak keberadaan RUU KPK terhadap perekonomian Indonesia, ini punya direct impact," papar dia.


Enny menilai, dari lembar akademis RUU KPK yang berjumlah 64 halaman, ia tidak menemukan urgensi revisi ini. Menurutnya, latar belakang yang dimasukkan dalam lembar akademis mengapa UU KPK harus direvisi hanya bersifat normatif.

"Mengapa UU itu harus direvisi? Jadi 64 halaman yang disampaikan oleh DPR itu hampir keseluruhannya secara pertimbangan yang dilakukan adalah normatif. Di naskah akademis dari inisiatif DPR mengubah UU KPK tidak menjawab mengapa dari tujuh poin revisi itu KPK harus menjadi lembaga pemerintah eksekutif? Itu uregensinya. Itu seharusnya dijawab di naskah akademis," pungkasnya.


(dna/dna)

Hide Ads