Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi menegaskan sesuai arahan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, dukungan tersebut bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan yang dapat mendongkrak ekspor dan kesejahteraan petani. Konsep organik ini, terang Suwandi, akan direplikasi di daerah lain agar pertanian Indonesia semakin besar berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di pedesaan dan nasional.
"Organik mampu menjaga eksosistem kita, memperbaiki struktur tanah, menyehatkan dan memberi nilai tambah," kata Suwandi dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suwandi mengatakan hal tersebut saat panen padi organik bersama Bupati Bandung milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sarinah di Ciparay, Bandung. Dalam acara tersebut, ia menjelaskan pola pertanian khususnya padi organik sangat jelas memberikan keuntungan. Sebab pola organik yang sustainable dilakukan dengan memanfaatkan kotoran dan urine untuk pupuk dan jerami untuk pakan menjadikan pola usaha tani yang efisien.
"Pesan saya, cintai produk lokal dalam negeri. Lakukan praktek organik, untuk warisan anak cucu kita," ujarnya.
Bupati Bandung, Dadang Nasser mengatakan pemerintah Kabupaten Bandung memiliki keinginan untuk menjadi produsen beras organik terbesar. Dia bertekad mengembangkan segmen beras khusus di Bandung, seperti beras merah, beras hitam, ketan hitam, dan beras organik.
"Beras organik pangsa pasarnya sudah luas, harganya pun tinggi jadi saya ingin bisa memberi manfaat lebih ke petani," tuturnya.
Tuti selaku Ketua Gapoktan menceritakan ihwal kelompok taninya yang sudah maju dan bertahun-tahun menerapkan organik. Gapoktan Sarinah mulai mengembangkan organik sejak 2011 dan sampai saat ini telah dilakukan perluasan lahan menjadi 100 hektare dengan provitas sekitar 8 ton per hektare.
"Hasil dari produksi di sini alhamdulillah sudah langsung ada pasarnya, kami kerja sama dengan PT Tafis, Kalbe dan perusahaan lain. Kemarin juga sempat dengan Nutrifood dan tahun ini akan kita jajaki lagi untuk memasok kesana," ujarnya.
Tuti mengatakan, harga jual beras masih rendah, yakni Rp 15 ribu per kg. Berbeda halnya jika sudah dipacking dan dipress bisa mencapai Rp 22 ribu per kg.
"Kami buatnya dalam bentuk beberapa macam. Ada yang 1 kg, 2 kg dan 5 kg," katanya.
Produk yang dijual Gapoktan Sarinah ini ada yang berupa beras putih dan beras merah. Untuk jaminan pasar atas organiknya, Gapoktan ini rutin mengurus sertifikat organik ke Inofice. Biaya sertifikasi awalnya sekitar Rp 20 juta dan sesudah itu tinggal dilakukan perpanjangan dengan biaya sekitar Rp 10 juta.
"Biaya ini berlakunya 3 tahun, tapi ya itu, tetap saja harus disurvei tiap tahunnya untuk memastikan perlakuannya berbasis organik," ungkapnya menjelaskan.
Baca juga: Kinerja Ekspor RI Mau Didorong, Ini Caranya |
Ia menambahkan untuk penyediaan pupuk organiknya, Gapoktan Sarinah sudah dapat bantuan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) dari Kementan. Bantuan saat itu berupa sapi 10 ekor yakni 8 ekor betina dan 2 ekor jantan yang sekarang sudah berkembang menjadi 24 ekor.
"Tidak hanya UPPO, Kementan saat itu juga memberi bantuan color sorter untuk keperluan ekspor," sebutnya.
Dari menir, imbuhnya, beras dan jerami dibuat untuk pakan ternak meski belum mencukupi. Kotoran ternaknya pun masih terbilang kurang untuk difermentasi jadi pupuk organik.
Sebagai informasi, selain dilakukan panen raya, pada acara tersebut juga ada penyerahan sertifikat organik untuk dua kelompok tani di Ciparay.
(prf/hns)