Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta mengatakan selama ini para peritel sangat mengkhawatirkan atas fenomena jastip yang sudah menjamur di tanah air. Sebab lewat jastip maka masyarakat bisa membeli produk lebih murah dari toko resmi.
Karena, produk impor yang dilakukan oleh pelaku jastip tidak membayar ketentuan fiskal seperti bea masuk, PPNBM, PPN, PPh, dan ketentuan pajak impor lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tutum menceritakan, produk impor yang dijual oleh para pelaku jastip memang harganya berbanding terbalik dengan para peritel tanah air. Karena, produk impor via jastip menggunakan skema splitting atau memecah besaran harga agar terbebas dari batasan yang ditentukan oleh Pemerintah.
Adapun aturan bagi jastip tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Dalam beleid ini, batasannya ditetapkan sebesar US$ 500 per individu. Jika melebihi batasan maka kelebihannya itu yang dikenakan pajak.
"Sekarang ada sekelompok masyarakat yang tidak sesuatu prosedur maka kami harus dilindungi agar penerimaan negara wajar dapat terjadi," jelas dia.
Sementara itu, Sekjen Apindo Eddy Hussy meminta kepada pelaku jastip untuk mengikuti ketentuan yang berlaku agar persaingan usaha berjalan secara adil.
"Sekarang itu Pemerintah kita semakin hari semakin canggih, mampu mendeteksi semua yang ada di lapangan," kata Eddy.
"Untuk itu kita berharap mari semua mematuhi aturan yang ada. Itulah yang memberikan jaminan usaha yang adil, dan bisa bersaing, jadi kita perlu memberikan perlindungan pada industri lokal," sambungnya.
(hek/fdl)