Dalam sepekan kemarin, tercatat ada dua bos BUMN yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan, lembaga antirasuah tanah air pun telah menetapkannya sebagai tersangka.
Banyaknya bos-bos BUMN yang terciduk oleh KPK menimbulkan banyak pertanyaan mengenai bagaimana sistem pengawasan Kementerian BUMN terhadap jajaran direksi perusahaan pelat merah yang pada akhirnya melakukan korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembelaan Rini Soemarno
Foto: Dok. Kementerian BUMN
|
"Kita bicara itu perorangan, kita selalu menjunjung tinggi proses hukum, tapi harap dilihat adalah itu urusan perorangan," kata Rini di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Saat menjabat sebagai orang nomor satu di BUMN, Rini mengaku telah banyak membuat peraturan yang membuat ruang gerak korupsi di perusahaan pelat merah tidak ada. Mulai dari keputusan menteri (Kepmen) hingga bekerja sama dengan KPK.
"Dari awal kita di BUMN, saya mengeluarkan Keputusan Menteri bagaimana kita harus bekerja dengan transparan dengan benar, itu semua kita lakukan," jelasnya.
Meski demikian, Rini tidak bisa menghentikan tindakan korupsi yang marak dilakukan oleh bos BUMN lantaran setiap kejadiannya lebih pada permasalahan individu.
Kata Rini Persoalan Individu
Foto: Lamhot Aritonang
|
Rini bilang, kejadian yang menimpa banyak bos BUMN lebih dikarenakan masalah individu bukan perusahaan.
"Kita tidak tahu hati seseorang, kita tidak tahu godaan apa yang membuat mereka akhirnya lupa," kata Rini di komplek Istana Kepresidenan, Jakarya, Kamis (3/10/2019).
Rini mengaku, sejak awal memimpin BUMN telah membuat banyak aturan yang tujuannya menghilangkan tindak korupsi di lingkungan perusahaan pelat merah. Bahkan, Kementerian maupun perusahaannya sudah ada yang bekerja sama dengan lembaga anti rasuah tanah air.
"Kita selalu melakukan pengawasan tapi memang kita juga kerja sama dengan KPK, kita bekerja sama dengan KPK sejak awal membuat program-program supaya BUMN ini juga jelas rambu-rambunya," ujar dia.
Bos PT INTI Tersangka Suap
Foto: Hendra Kusuma-detikFinance
|
"Dalam proses penyidikan, KPK mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan menemukan dugaan keterlibatan pihak lain. Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan baru dengan tersangka DMP (Darman Mappangara)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019).
Awal kasus ini, KPK menjerat 2 tersangka, yaitu Andra Agussalam sebagai Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II dan Taswin Nur, yang diduga KPK sebagai tangan kanan pejabat PT Inti. Andra diduga menerima suap berkaitan dengan proyek pengadaan baggage handling system (BHS) atau sistem penanganan bagasi di 6 bandara yang dikelola PT AP II.
Andra diduga menerima uang SGD 96.700 sebagai imbalan atas tindakannya 'mengawal' agar proyek BHS dikerjakan oleh PT Inti. Apabila dikonversi ke dalam rupiah, nilainya kurang-lebih Rp 994 juta. Proyek itu rencananya dioperasikan anak usaha PT AP II, yaitu PT Angkasa Pura Propertindo (APP). KPK menyebut nilai proyek tersebut kurang-lebih Rp 86 miliar.
Darman pun dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Halaman 2 dari 4